GUNUNG DI RAYA BANDUNG #40: Gunung Masigit dan Pasir Malang, dua keindahan tersembunyi di kawasan Tahura Djuanda - WisataHits
Jawa Timur

GUNUNG DI RAYA BANDUNG #40: Gunung Masigit dan Pasir Malang, dua keindahan tersembunyi di kawasan Tahura Djuanda

BandungMove.idDi belakang lembar tiket Taman Hutan Rakyat, Ir. H. Djuanda atau Tahura Djuanda, kami menemukan gambar peta wisata daerah tersebut. Ada informasi menarik yang sering dilewatkan pengunjung, yaitu keberadaan gunung bernama Gunung Masigit.

Benarkah ada gunung di cagar alam ini di utara kota Bandung?

Gunung Masigit di mana-mana, di mana-mana, di mana-mana

Masigit adalah nama gunung yang paling banyak ditemui di wilayah Bandung. Semuanya ada sekitar selusin. Nama Gunung Masigit kita temukan di perbatasan Ciwidey dengan Sindangkerta, Cipongkor, Nagreg, Cijapati, Cipatat, Lembang, Cihanjuang dan masih banyak lagi.

Daftar panjang nama Gunung Masigit meliputi (1) Gunung Masigit di Cibodas, Lembang, (2) Gunung Masigit di Cihanjuang, Parongpong, (3) Gunung Masigit di Bojongsalam, Rongga, (4) Gunung Masigit di Margaluyu, Cipeundeuy, ( 5) Gunung Masigit di Margaluyu, Sindangkerta, (6) Gunung Masigit di Cipatat, (7) Gunung Masigit di Cipongkor, (8) Gunung Masigit di Mandalasari, (9) Gunung Masigit di Lembang, Leles, (10) Pasir Masigit di Cisarua , (11), Pasir Masigit di Nagreg dan (12) Pasir Masigit di Girimulya, Cibeber.

Penentuan lokasi Pegunungan Masigit didasarkan pada letak puncaknya. Bukan berdasarkan jalur pendakian. Misalnya, kami memilih untuk menyebut Gunung Masigit di Margaluyu, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, dan tidak menyebut Gunung Masigit Ciwidey hanya karena jejak dimulai di Desa Buninagara, Desa Indragiri, Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Kata Masigit berasal dari kata “Masjid” yang berarti “tempat ibadah”. Kuatnya nilai-nilai agama seperti kesadaran moral dan keyakinan serta ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa membuat nama Masigit banyak digunakan untuk nama sebuah gunung. Selain itu, ada harapan bahwa penamaan gunung ini akan membawa berkah dan keselamatan bagi masyarakat yang tinggal di dasar dan di lereng.

Tempat TK dan Kebun biji tahu

Bagian dari cagar alam Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Gunung Masigit terletak di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, dekat Air Terjun Maribaya. Puncaknya adalah 1.170 meter di atas permukaan laut.

Beberapa sungai mengalir di kaki gunung ini, seperti Ci Kawari dan Ci Gulung yang bermuara ke Ci Kapundung. Aliran Ci Kawari dan Ci Gulung membentuk beberapa air terjun di kawasan wisata Maribaya dan Tahura. Air terjun yang cukup terkenal adalah Curug Omas dengan jembatan besi di atasnya.

Di lereng Gunung Masigit yang terletak di bagian utara Tahura terdapat ruas jalan Lembang-Cibodas yang membelah gunung menjadi dua. Saat melintasi jalan raya ini, kami merasa seolah-olah diapit oleh dua bukit yang berbeda, meskipun keduanya masih merupakan bagian dari gunung yang sama.

Sebelah selatan Jalan Lembang-Cibodas merupakan kawasan Pegunungan Masigit yang menghadap ke Taman Hutan Raya Djuanda. Kondisi hutan masih bagus. Sedangkan sisi utara jalan merupakan kawasan Gunung Masigit yang difungsikan sebagai lahan perkebunan. Hanya sedikit kawasan hutan yang tersisa.

Di kaki Gunung Masigit terdapat sebuah tempat pembibitan pohon yang dikelola oleh Tahura yang disebut dengan Kawasan Pembibitan Tonjong. Berbagai pohon langka ditanam di tempat ini, dengan harapan nantinya bisa ditanam di banyak daerah yang membutuhkan.

Di kawasan Tonjong, selain taman kanak-kanak juga ada tempat perkemahan (tempat perkemahan) dan tempat penampungan air. Airnya sangat jernih dan pengunjung yang datang diperbolehkan untuk bermain atau berenang di airnya.

Fasilitas lain di area camping ini adalah Saung Hawu. Di sini kita bisa memasak nasi liwet dengan api dari hawu atau tungku kayu. Ada banyak ruang toilet untuk ganti baju dan keperluan lainnya.

Sebagai lokasi pembangunan tenda, kita bisa memilih tidak hanya beberapa area yang luas tetapi juga area di atas anjungan bambu yang menjorok ke aliran Ci Kawari.

Lahar Pahoehoe atau yang lebih dikenal dengan Batu Selendang Dayang Sumbi ditemukan di Lembah Pasir Malang yang merupakan bagian dari Cagar Alam Tahura Djuanda, Oktober 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Lahar Pahoehoe atau yang lebih dikenal dengan Batu Selendang Dayang Sumbi ditemukan di Lembah Pasir Malang yang merupakan bagian dari Cagar Alam Tahura Djuanda, Oktober 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)

pasir malangdengan selendang Dayang Sumbi ngarai

Kawasan wisata Tahura Djuanda memiliki banyak tempat menarik untuk dikunjungi. Selain rerimbunan pohon yang dijadikan sebagai pedagogi hutan, ada juga wisata berpemandu dan informasi tentang geologi dan sejarah perjuangan rakyat.

Primadona wisata di kawasan Tahura Djuanda adalah Gua Belanda dan Gua Jepang. Juga jalan santai (kenaikan) ke Curug Omas di Maribaya. Baru-baru ini, ada objek wisata yang tidak kalah menarik, yaitu Tebing Karaton.

Di Tahura, pengunjung juga bisa menikmati penangkaran rusa dan beberapa air terjun seperti Curug Omas, Curug Lalay, Curug Koleang dan Curug Dago. Semua berawal dari Arus Cikapundung, sungai yang berhulu di Cibodas Lembang dan berbelok ke arah kota Bandung sebelum akhirnya bermuara di Citarum, Dayeuhkolot.

Dalam rentang Tahura, Arus Cikapundung melengkung di lembah antara Sesar Lembang dan gunung yang disebut Pasir Malang. Lembahnya sangat indah dan menyejukkan mata, ditambah banyak udara segar yang disuplai oleh pepohonan dari berbagai jenis dan ukuran.

Kami melewati lembah antara Sesar Lembang dan Pasir Malang kenaikan dari Gua Belanda ke Curug Omas, Maribaya. Jalan setapak ditata dan dirawat dengan cukup baik. Jangan takut tersesat karena ada banyak penunjuk jalan di sepanjang jalan. Beberapa kios dan toilet tersedia untuk pengunjung di sepanjang jalan.

Jalur pendakian ini tentu menarik bagi penggemar geowisata dan sejarah alam. Di beberapa tempat di sepanjang pinggir jalan kita bisa melihat lahar berubah menjadi bebatuan akibat letusan Gunung Tangkuban Parahu dan gunung sebelumnya yaitu Gunung Sunda.

Jika Anda ingin turun sedikit dari lembah ke dasar Cikapundung, Anda akan mendapatkan bonus yang luar biasa, yaitu: Lava Pahoehoe. Lahar ini merupakan aliran lava dari Gunung Tangkuban Parahu yang mengalir dan membeku dalam keadaan terlipat. Lipatannya membentuk motif seperti kain batik.

Lava Pahoehoe (diucapkan “pahoyhoy” atau “pahoehoe,” bukan “pahuhu”) mulai banyak dikunjungi masyarakat setelah warga yang sudah lama mengetahui keberadaannya melaporkan informasi tersebut kepada pengelola Tahura pada tahun 2010. Sebagai imbalannya, Warga yang melapor dipekerjakan sebagai karyawan dan terus bekerja di Departemen Penangkaran Rusa.

Lava Pahoehoe diyakini telah terbentuk 48.000 tahun yang lalu. Bentuknya yang unik seperti kain menjadikannya nama Batu Batik atau Batu Selendang dan dikaitkan dengan legenda Sangkuriang. Nama populer untuk selendang batu adalah Dayang Sumbi. Kebetulan di tempat yang sama juga terdapat lubang di batu yang menyerupai tapak kaki, yang kemudian disebut alas kaki Sangkuriang. Ceritanya, batu pahoehoe itu adalah selendang Dayang Sumbi yang jatuh saat dikejar Sangkuriang.

Pasir Malang memiliki ketinggian puncak 1.306 meter di atas permukaan laut, menurut Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), Lembar Peta 1209-314, Edisi I-2001, Judul Peta: Lembang, Skala 1:25.000.

Di puncak Pasir Malang adalah benteng Belanda berusia seratus tahun. Didirikan pada tahun 1922, benteng ini diresmikan oleh Dalem Sawidak dan Dalem Kartalegawa di hadapan Belanda. Dikenal sebagai Benteng Pasir Malang, benteng ini pernah digunakan oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai pusat pertahanan pada masa awal kemerdekaan. Saat ini benteng tersebut berada di bawah perawatan SECAPA AD sehingga disebut juga Benteng atau Monumen SECAPA.

Tidak jauh dari lokasi benteng terdapat makam leluhur yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai Makam Eyang Dipatisirna (Rangga Malang) dan Eyang Sepuh.

Baca juga: GUNUNG DI BANDUNG RAYA #39: Gunung Singa Soreang, pemandangan mempesona dan fosil vulkanik purba
GUNUNG DI RAYA BANDUNG #38: Gunung Bohong Cimahi, wisata alam tak jauh dari pusat kota
GUNUNG DI RAYA BANDUNG #37: Gunung Pangradinan Cikancung dengan sabana yang mempesona di Bandung Timur

Sekilas Tahura Juanda

Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda diresmikan pada tanggal 14 Januari 1985 bertepatan dengan hari lahir Ir. H. Djuanda, menjadikannya taman hutan kota pertama di Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1985.

Perintisan pembangunan cagar alam di utara kota Bandung sebenarnya dimulai pada tahun 1912. Pemerintah kolonial Hindia Belanda mendeklarasikannya sebagai kawasan hutan lindung, yang merupakan bagian dari kawasan hutan Gunung Pulosari. Kemudian, pada tahun 1960-an, Mashudi yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat memprakarsai pembentukan kawasan kebun raya dengan konsep taman hutan wisata alam. Pada tanggal 23 Agustus 1965, Ir. H. Juanda.

Tahura Djuanda sebagai salah satu destinasi wisata alam terdekat dari pusat kota Bandung patut untuk dipilih sebagai destinasi wisata, baik untuk individu, keluarga, maupun institusi atau sekolah. Saat berwisata, pengunjung mendapatkan banyak tambahan ilmu.

Salah satu ikon wisata adalah Gua Belanda. Banyak yang tidak tahu kalau ini adalah bebatuan atau tebing yang dilubangi untuk membuat gua ini ignimbrit atau endapan dari letusan gunung berapi (material) piroklastik, yang kemudian membeku dan menjadi batuan padat. Gua Belanda awalnya dibangun sebagai saluran air pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebelum digunakan sebagai benteng pertahanan pasukan Belanda.

Tiket masuk saat ini adalah 12.000 per orang. Dilaporkan akan ada penyesuaian menjadi 17.000 per orang mulai 1 November 2022. Satu tiket masuk berlaku untuk semua objek wisata di kawasan ini, mulai dari Gua Belanda, Air Terjun Omas, Peternakan Rusa, Air Terjun Dago dan diakhiri dengan Tebing Karaton.

Kapan terakhir kali Anda ke Tahura Djuanda? Ayo, saatnya berkunjung lagi! Bepergian, Obat, mendapatkan banyak wawasan baru sekaligus.

*Kolom Gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kerjasama www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button