Ganjil Genap | Padek.co - WisataHits
Jawa Barat

Ganjil Genap | Padek.co

Zulkarnaini, Redaktur Padang Express

Dua bulan lalu, seluruh umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri 1443 Hijriah. Begitu juga di Sumatera Barat. Bahkan bisa dikatakan momen Idul Fitri memiliki makna yang sangat penting, terutama bagi warga Minang yang berada di luar negeri.

Hal ini dapat dimaklumi karena mereka belum bisa pulang kampung selama kurang lebih 2 tahun akibat pandemi COVID-19. Sehingga momen kebersamaan bersama keluarga tercinta, sahabat dan kerabat tentunya menjadi kenangan terindah. Dan yang tak kalah menarik dan paling dinanti adalah acara raun-raun.

Namun, acara wisata tersebut tentu saja menimbulkan makian dan hinaan dari para perantau dan pengunjung yang menikmati wisata tersebut. Hal ini dikarenakan mereka terjebak kemacetan di hampir semua tempat wisata di Sumatera Barat.

Tak hanya terjebak dalam waktu satu atau dua jam, beberapa dari mereka bahkan harus memilih bermalam di berbagai penginapan terdekat karena sangat tertekan dengan kemacetan lalu lintas ini.

Kalau yang ini jadi kambing hitam, mau tidak mau, sudah pasti pemerintah akan dinilai mandul atau tidak mampu berinovasi dan bertindak untuk mencapai yang terbaik bagi rakyatnya.

Dalam hal ini, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap topik ini. Bahkan, hampir setiap tahun pada Idul Fitri kita disuguhi pemandangan antrean kendaraan yang panjang.

Misalnya jalur Padang Bukittinggi via Lembah Anai dan juga jalur Padang Solok via Sireview Lawik. Tidak hanya ratusan, bahkan ribuan kendaraan mengular di hampir setiap objek wisata.

Jika kita bisa menarik benang merah, itu karena ketersediaan jalan yang lebar di Sumatera Barat. Karena saat ini bisa dikatakan akses jalan sudah menjadi kebutuhan yang mutlak terutama pada jalan-jalan yang berbatasan dengan tempat wisata.

mengapa. Ya, hal ini dikarenakan peningkatan jumlah kendaraan yang terus meningkat dari tahun ke tahun dari sepeda motor ke mobil. Bahkan bisa dikatakan puluhan kendaraan baru mengaspal hampir setiap hari.

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa karakter jalan di Sumatera Barat yang identik dengan daerah perbukitan menjadi kendala dalam hal pelebaran jalan. Misalnya pada jalur Padang-Bukittinggi melalui Lembah Anai yang dipenuhi perbukitan dan ngarai yang dalam di kedua sisinya.

Begitu juga dengan jalur Padang-Solok via Sireview Lawik. Jadi satu-satunya cara adalah dengan melakukan flyover. Tetapi pekerjaan seperti itu, tentu saja, membutuhkan banyak uang.

Hingga akhirnya ide gila seperti itu terhalau. Rencana pembangunan flyover Sireview Lawik juga gagal. Pasalnya, APBN kita tidak mampu menyiapkan anggaran hingga Rp 4 triliun untuk pembangunannya.

Tapi saya tidak berpikir itu akhir dari semuanya. Karena masih ada cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendapatkan kembali simpati para perantau, asalkan mau menerima masukan dan mau mendahulukan egonya.

Bagaimana tidak. Di Indonesia, kemacetan terparah terjadi di kota Jakarta. Ya, itu karena populasi yang besar di sana. Dan salah satu upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan adalah penerapan sistem ganjil genap.

Namun bagi masyarakat, penerapan ganjil genap tidak hanya akan berdampak positif pada pengurangan antrean kendaraan yang panjang, tetapi juga akan menuai manfaat dari berkurangnya mobilitas warga, meskipun program unggulan ini juga menjadi replika studi bagi sejumlah negara lain. daerah yang dekat dengan ibu kota negara.

Seperti yang digunakan di Bogor. Hal ini untuk mengurangi volume kendaraan yang akan masuk ke kawasan Puncak. Menariknya, ide ini juga dikatakan akan ditiru oleh Depok dan Bandung.

Nah, kebijakan ganjil genap ini juga bukan tidak mungkin diterapkan di Kerajaan Minang. Apalagi di momen Idul Fitri. Hanya mengacu pada tanggal.

Misalnya, jika hari pertama Idul Fitri jatuh pada tanggal genap, maka hanya kendaraan bernomor genap yang boleh melintas di tempat-tempat yang paling padat, seperti: B. di lembah Anai atau di Siunjuk Lawik atau di tempat-tempat yang paling padat.

Dan arahan tersebut juga memberikan pengecualian untuk kendaraan darurat seperti ambulans. Dan untuk kendaraan dengan plat nomor aneh yang ketahuan mengemudi pada hari itu, mereka akan diberikan penalti, mis. B. diminta untuk kembali atau mengambil tiket.

Kecuali kendaraan dalam keadaan darurat atau dalam misi sosial-kemanusiaan. Di sisi lain, hanya kendaraan ganjil yang akan lewat pada hari berikutnya atau hari kedua Idul Fitri atau pada tanggal ganjil.

Dan arahan tersebut juga memberikan pengecualian untuk kendaraan darurat seperti ambulans. Dan untuk kendaraan dengan plat nomor genap yang ketahuan lewat, ada juga sanksi seperti perintah mundur atau tilang.

Kecuali kendaraan dalam keadaan darurat atau dalam misi sosial-kemanusiaan. Jika kebijakan ini bisa diterapkan di Sumbar, maka saya yakin kemacetan di Idul Fitri mendatang setidaknya akan berkurang 50 persen.

Namun, penerapan kebijakan ini membutuhkan sosialisasi dan kerja keras mulai dari sekarang. Kalau saja Jakarta yang memiliki populasi kendaraan sangat tinggi bisa menerapkan kebijakan ini, kenapa Sumbar tidak juga? Dan tentunya itu menjadi pertanyaan bagi kita semua. Apa itu?

Karena pada prinsipnya kebijakan ini efektif dalam mengurangi volume kendaraan secara punctiform, sehingga kemacetan dan kemacetan di jalan dapat dihindari. Dimana kemacetan ini biasanya terjadi ketika volume jumlah kendaraan bermotor telah jauh melebihi kapasitas jalan normal. Dan juga membantu menyegarkan udara tanpa polusi.

Untuk dapat melaksanakan kebijakan tersebut, maka harus kembali pada keberanian dan kepekaan kepala daerah. Sehingga hal ini tidak menjadi kebijakan yang pengecut atau setengah hati. Mari rapatkan barisan, satukan tekad untuk lolos dari antrean panjang kendaraan di hari raya Idul Fitri mendatang.

Source: padek.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button