Jawa Timur

Festival Literasi 2022: Menumbuhkan dan menelusuri tradisi budaya Osing Kemiren

Kabar baru, Banyuwangi – Puluhan pegiat literasi, masyarakat adat, dan sastrawan Inkubator Literasi Nasional Bank Indonesia Jember berkumpul Senin (12/12) di Paviliun Sabha Swagata Blambangan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dalam rangka Festival Literasi 2022.

Festival Literasi 2022 merupakan kegiatan bersama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, KPw BI Jember dan Pers Perpusnas terkait pengembangan pariwisata berbasis adat dan budaya Osing-Kemiren.

Salah satu upaya pengembangan tersebut dilakukan melalui penerbitan buku berjudul Merawat Tradisi: Mencatat Jejak Pemanfaatan Budaya Kemiren karya 10 penulis dari Desa Sekarkijang dan Kemiren, Banyuwangi.

Buku disusun sesuai dengan konsep inkubasi, dengan 10 penulis dikirim ke desa Kemiren pada awal Oktober untuk melakukan penelitian.

“Buku ini merupakan hasil kerjasama antara BI Jember, Pemkab Banyuwangi dan Pers Perpustakaan Nasional. Ini sebagai wadah untuk mengenalkan dan mengembangkan wisata yang disesuaikan dan berbasis budaya serta membudayakan budaya tradisional masyarakat Osing di Desa Kemiren,” kata Kepala Bank Indonesia Kpw Jember Yukon Afrinaldo dalam sambutannya.

Berita Terkait: Lansia Rentan Covid-19, Gubernur Jatim: Dukung mereka untuk melewati masa sulit pandemi ini

Selain itu, kata dia, ini merupakan salah satu upaya percepatan pengembangan wisata adat pascapandemi COVID-19.

“Mengembangkan wisata budaya tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya adalah tujuan kami. Buku ini juga dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi bagi para pelaku bisnis dan pariwisata dalam pengembangan lebih lanjut produk dan program pariwisata di daerahnya,” lanjutnya.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi kerjasama penerbitan buku ini. Dalam sambutannya, Ipuk menyampaikan bahwa nilai-nilai luhur budaya masyarakat Osing-Kemiren menunjukkan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan.

“Budaya dan seni memang sudah menjadi jati diri dan jati diri masyarakat Banyuwangi. Kekayaan budaya ini harus dilestarikan agar tidak luntur nilainya. Buku yang dihasilkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melestarikan kekayaan budaya Using-Kemiren dan mengembangkan wisata berbasis adat dan budaya yang diusung Desa Kemiren,” ujar Ipuk.

Sebagai narasumber dalam acara bincang-bincang dengan tokoh adat dari Baduy, Panglipuran Bali, Using-Kemiren dan Kampung Naga, antropolog budaya UGM Pande Mande pun menyambut baik inisiatif dan kerjasama ini.

Menurutnya, pengembangan wisata budaya tidak sama dengan komersialisasi budaya. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang dihayati masyarakat Osing-Kemiren dapat menjadi pengetahuan alternatif bagi wisatawan.

“Artinya budaya tidak dijual untuk kepentingan pariwisata, tetapi nilai-nilai budaya dilakukan seperti biasa sehingga para wisatawan yang hadir juga dapat melihat dan menghayati nilai-nilai dan wawasan tersebut. Menunjukkan bahwa kearifan lokal bangsa kita merupakan solusi alternatif atas berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat global saat ini,” tandasnya.

Sosialisme dari Utopia ke Indonesia

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button