Festival Budaya Gosari, berpotensi menjadi ikon event besar Gresik
JawaPos.com- Festival Budaya Gosari. Ini mungkin hanya tontonan yang menarik. Ini memiliki potensi untuk menjadi acara tahunan besar. Jadi salah satu ikon tontonan rakyat. Di masa depan tidak akan lagi menjadi kelas desa. Namun, kelas kabupaten, provinsi, nasional, atau internasional mungkin tidak. Seperti di beberapa kabupaten/kota lain yang dulunya seperti Jember Carnival, Dieng Culture Festival dan sejenisnya.
Betapa tidak, Festival Budaya Gosari dikemas dengan kearifan lokal. Ada sentuhan orkestrasi kontemporer. Jika penyelenggara berhasil mengoptimalkan potensi melalui inovasi di masa depan, saya yakin Festival Budaya Gosari akan menjadi brand tersendiri. Itulah salah satu kalender acara yang menarik di Gresik. Tidak hanya diketahui, tetapi juga diharapkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gosari merupakan salah satu nama desa di Kecamatan Ujungpangkah. Wilayah pesisir Gresik Utara. Dari kota Gresik jaraknya sekitar 37 kilometer. Waktu perjalanan sekitar satu jam. Saat ini, Gosari sudah memiliki tempat wisata penting di sebuah desa. Yaitu Wisata Alam Gosari (Wagos). Pengunjung datang setiap hari. Terutama di akhir pekan.
Padahal, banyak sekali desa yang memiliki tempat wisata. Termasuk di Gresik. Namun, tidak banyak tempat wisata yang juga bernilai sejarah. Nah, Gosari termasuk di antara mereka yang pantas mendapatkannya. Di Wagos ada dua objek yang bisa dinikmati. Pertama, objek buatan dengan panorama bunga yang teduh. kendaraan ciptaan. Kedua, kawasan perbukitan kapur yang berlatar belakang sejarah.
Mengutip Kitab Prasasti Gosari, ada prasasti pada titik ini yang merujuk pada Majapahit dan Singasari. Namanya, Prasasti Butulan atau Goa Tembus. Ditulis di dinding gua. Nomor 1298 Saka. Aksara Jawa kuno berbunyi: Di Wasani Ngambal 1298 Duk Winahon Denira San Rama Samadya Makadi Siri Buyutajrah Raka Durahana Tali Kursi. Terjemahannya berbunyi bahwa pada tahun 1298 Saka atau sekitar tahun 1376 M di Ambal yang kemudian diasingkan San Rama Samadaya Buyut Ajarh Talikur berpenghuni.
Prasasti tersebut sebenarnya sudah dikenal warga sejak lama. Saat pertama kali mengetahui prasasti tersebut pada tahun 2004, PT Polowijo Gosari – sebagai pemegang izin usaha pertambangan – melaporkannya ke kecamatan setempat. Kemudian diteruskan ke kantor pusat. Observasi dan penelitian telah dilakukan sejak tahun 2005. Mereka yang berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama tim arkeologi Deputi Sejarah Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Ada sejumlah referensi kuat tentang prasasti Gosari yang berhubungan dengan Majapahit. Masa kejayaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk atau Sri Radjasanagara dengan Mahapatih Gajahmada pada tahun 1272 Saka (1359 M) hingga 1311 Saka (1389 M). Gajahmada meninggal pada tahun 1290 Saka (1368 M). Nah, pada masa Patih Gajahangon diperkirakan San Rama Samadya bertapa di Gua Butulan di Gosari.
Tertulis dalam literatur bahwa alasan mengapa San Rama Samadya tinggal di Gua Butulan adalah karena gua-gua di daerah Gosari telah dihuni sejak zaman Ratu Sima, seperti Gua Butulan, Kuwungan, Sejalak, Telanse, Sepece dan Gua Segatak. Di sekitar goa ditopang dua pemandian berupa mata air dan pancuran. Air tidak pernah berhenti mengalir.
Klaim prasasti Gosari terkait Majapahit juga diperkuat dengan ditemukannya benda-benda purbakala, yaitu beberapa tempat pembakaran. Tempat pembakaran itu digunakan untuk membuat tembikar. Peralatan rumah tangga dari tanah liat. Lokasinya di Tugaran sekitar satu kilometer dari prasasti.
Namun, saat itu bukan disebut Desa Gosari, melainkan Ambal. Nah, Ambal konon merupakan salah satu sentra pembuatan gerabah dari zaman Singasari hingga Majapahit. Ambal dikabarkan menjadi salah satu pemasok gerabah Nusantara pada abad ke-12-14.
Source: www.jawapos.com