Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Tana Toraja (4) : Tahta kematian tertinggi setelah disembelih 24 ekor kerbau | RADAR BOGOR - WisataHits
Jawa Tengah

Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Tana Toraja (4) : Tahta kematian tertinggi setelah disembelih 24 ekor kerbau | RADAR BOGOR

EKSPEDISI Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Salah satu tujuan utama Tim Gerakan Anak Nasional (GAN) ke-6 adalah menggali kekayaan budaya yang unik. Perpaduan wisata budaya, alam dan sejarah.

Nihrawati AS, Sulawesi Selatan

Suguhan rumah Tongkonan tersaji di depan mata saat memasuki kawasan Tana Toraja. Inilah salah satu ciri khas suku asli Toraja. Sepanjang jalan dari Maros ke Enrekang banyak terdapat rumah panggung dengan ciri khasnya masing-masing. Hanya saja keberadaan rumah panggung ini tidak mencolok. Berbeda dengan rumah adat Toraja.

Baca juga: Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Tana Toraja (2): Dari Olahan Susu Campur Nasi Hingga Makan Ikan Mentah, Pacco dan Lawa Sashimi Ala Sulawesi Selatan

Atap rumah Tongkonan tinggi dengan ukiran-ukiran bermotif di seluruh bagian rumah dan atapnya ditaruh warna merah dan hitam di depan rumah, sangat menarik. Rumah adat ini merupakan salah satu ikon dari suku Toraja. Tongkonan juga dihiasi dengan tanduk kerbau. Suku Toraja melambangkan kerbau sebagai lapisan kehidupannya. Jumlah kerbau gantung melambangkan kasta penghuninya.

Untuk melihat tongkonan, tim GAN juga mengunjungi Ke’te Kesu’. Desa Kabupaten Toraja Utara ini memiliki sejumlah tongkonan dan lumbung padi. Ke’te Kesu’ terletak di Kecamatan Kesu’, sebuah kompleks desa tradisional lama di Toraja yang memiliki deretan rumah adat dengan ukiran lumbung padi yang disebut atau Alang Sura’.

Tongkonan dalam Ke’Te Kesu’ berasal dari nenek moyang Puang Ri Kesu’. Tongkonan Layuk Tua di Torajalah yang secara historis memiliki peran dan fungsi sebagai sumber pemerintahan dan kekuasaan adat di wilayahnya. Ada juga tongkonan, tempat peristirahatan raja, yang juga berfungsi sebagai istana kerajaan.

Saat ini telah berubah fungsi sebagai museum untuk menampung semua benda bersejarah peninggalan kerajaan Sangalla. Sayangnya, saat tim GAN datang, hari sudah sore dan belum ada tim pemandu. Jadi Anda tidak bisa masuk ke Tongkonan.

Tanduk kerbau digantung di depan tongkonan. Di baris ketiga adalah kepala kerbau putih. Nah, di Toraja sendiri ada kerbau belang hitam putih yang disebut Tedong Bonga dan Tedong Saleko. Harganya selangit, lebih mahal dari tedong hitam (kerbau). Namun, tedong belang hanya bisa hidup di Toraja.

Kerbau albino ini harganya bisa mencapai Rp 1 miliar. Tak heran jika Tedong Bonga disebut sebagai Raja Tana Toraja. Hewan berkaki empat ini memiliki nilai ekonomi yang besar bagi masyarakat Toraja. Semakin bagus, semakin mahal harganya.

Kerbau dengan harga fantastis dikorbankan dalam ritual atau upacara kematian Rambu Solo. Sayangnya, tidak ada upacara pemakaman yang dilakukan saat tim GAN berkunjung. “Biasanya ada upacara Rambu’Solo di bulan Juni, Juli,” kata Dg Nakku, sopir yang biasa mengantar wisatawan ke Tana Toraja.

Ke’te Kesu’ populer bagi wisatawan untuk berfoto. Objek wisata menarik lainnya di Ke’Te Kesu’ adalah kompleks pemakaman berusia berabad-abad di mana terdapat makam gantung, makam di gua alam atau disebut Liang Lo’ko. Ada juga makam modern atau patahan dan peti mati tradisional yang dihias dengan ukiran (erong).

Erong kepala babi untuk mayat perempuan dan kepala kerbau untuk mayat laki-laki. Ini adalah bentuk pertama dari Erong dan bentuk-bentuk berkembang lainnya. Ada banyak tulang dan tengkorak di erong. Ada juga patung atau biasa disebut tau-tau mayat yang dikubur di kuburan gantung.

Sebelum menuju Ke’Te Kesu’, tim GAN terlebih dahulu menjelajahi Londa. Gua Londa adalah tempat khusus untuk menyimpan mayat keturunan langsung nenek moyang Toraja. Gua ini terletak di perbatasan antara Makale dan Rantepao, tepatnya di desa Sandan Uai.

Saat memasuki kawasan Gua Londa, Anda akan disambut oleh kerbau Tedong Saleko, kerbau kasta tertinggi. Tim pemandu dengan lampu Petromax sedang menunggu di tangga dengan huruf merah besar Londa.

Puluhan tahapan telah dijelajahi. Anda bisa melihat tebing tinggi dengan area hijau yang asri yang menjadi tempat pemakaman jenazah. Pemakaman didasarkan pada kasta. Anggota keluarga kasta tertinggi akan menempati puncak tebing.

Ada patung kayu berbentuk manusia atau biasa disebut Tau-Tau. Itu adalah simbol orang yang telah meninggal. Dibuat hanya oleh bangsawan Tau-tau. “Untuk melakukan Tau-Tau, seseorang harus melakukan upacara Rambu Solo dengan minimal 24 ekor kerbau yang harganya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta untuk satu ekor kerbau. Dengan Tedong Saleko atau Tedong Bonga bahkan bisa milyaran. Kalau tau-tau sudah jadi, upacara pemakaman selesai,” jelas Andre, guide yang mendampingi tim GAN.

Upacara pemakaman berlangsung di depan Goa Londa belum lama ini. Menurut Andre, ada dua penguburan baru, dari kasta terendah dan kasta tertinggi. Meskipun berada di gua yang dipenuhi tengkorak, tidak ada perasaan merinding atau takut.

Menjelajahi gua dengan pencahayaan yang dibawakan oleh tim pemandu. Beruntung tim GAN sudah siap dengan obor kepala sebelum keberangkatan dan membantu menerangi jalan sempit dan licin di dalam gua dengan peti mati dan tengkorak di antara gua. Karena Anda berada di dalam gua, Anda bisa merasakan panasnya.

Di dalam gua, pemandu Andre menceritakan tentang sepasang tengkorak yang dikenal sebagai Romeo dan Juliet dari Toraja. Jadi ceritanya mereka adalah sepasang kekasih yang ternyata sepupu jauh sehingga keluarga mereka tidak merestui mereka. Sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama.

Setelah tengkorak pasangan itu, ada gua rendah yang menghubungkan ke gua di sebelahnya. Tidak disarankan bagi mereka yang berkembang karena mereka perlu merangkak. Untuk mencapai mulut goa lainnya, Anda bisa keluar terlebih dahulu lalu masuk melalui pintu depan. Sekarang Anda bisa berfoto dengan tengkorak dari dekat di gua ini. Mayat yang baru saja dikubur berada di gua ini.

Menurut penjelasannya, itu adalah mayat kasta terendah karena juga ditempatkan di dasar tebing. “Korps biasanya dikubur dengan barang-barang mereka. Itu juga salah satu alasan mengapa para bangsawan atau kasta tinggi juga berada di atas, sehingga harta yang mereka bawa bersama aman,” jelas Andre.

Tebing tinggi, jika Anda jauh di tangga keluar Londa, Anda akan melihat peti mati yang tergantung. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana membawa peti mati. Sayangnya, objek wisata yang telah menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2004 ini tidak dikelola secara maksimal.

Tim kepemimpinan hanya dapat ditemukan di Londa. Dan meskipun demikian, jangan memakai pakaian khusus untuk mencirikan diri Anda sebagai pemandu wisata. Tidak ada pemandu di Kete’Kesu. Anda hanya bisa mendapatkan informasi tentang sejarah Rumah Tongkonan dan Makam Gantung dari prasasti di sebelah loket tiket. Itu juga tidak terawat dengan baik.

Baca Juga: Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Tana Toraja (3): Jelajah Kampung Bebas Rokok Pertama di Indonesia

Tiket masuk ke semua tempat wisata di Toraja Utara seragam. Rp 15 untuk wisatawan domestik dan Rp 30.000 untuk wisatawan asing untuk semua orang yang masuk ke tempat tersebut. Bahkan bisa gratis. Tidak ada penjagaan yang ketat.

Hal lain yang wajib direkomendasi saat berwisata di Tana Toraja, jangan ragu untuk membeli oleh-oleh. Londa memiliki beberapa kios yang menjual oleh-oleh. Harganya ramah di kantong dengan kualitas yang cukup baik. Bahkan di Ke’te Kesu’, di belakang Rumah Tongkonan juga ada kios-kios cinderamata, menuju makam gantung di sepanjang jalan kiri dan kanan. Juga dengan harga yang murah.

Penerbit: Joseph

Source: www.radarbogor.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button