Ekspansi industri batik pinggiran Kapanewon menyerap hingga ratusan tenaga kerja - WisataHits
Yogyakarta

Ekspansi industri batik pinggiran Kapanewon menyerap hingga ratusan tenaga kerja

BDG


Gedangsari, (pidjar.com)— Desa Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari merupakan salah satu sentra kerajinan batik di Kabupaten Gunungkidul. Batik merupakan unggulan daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Selama bertahun-tahun, ratusan orang di daerah ini menggantungkan hidupnya pada kerajinan batik ini.

Sihono, salah satu pengrajin ikat celup di Desa Tegalrejo, menuturkan, sudah bertahun-tahun bekerja sebagai perajin ikat celup di wilayah Jawa Tengah. Seiring waktu ia memutuskan untuk mulai membuat tie-dye sendiri dan stempel tie-dye. Ia mengajak beberapa tetangganya untuk bergabung di bisnis ini, tak disangka bisnis startup ini berkembang pesat.

Permintaan pasar bahkan mulai berdatangan membludak. Khas Desa Tegalrejo, toko batik cap dan tulis Kapanewon Gedangsari juga diminati oleh konsumen baik di dalam maupun luar daerah.

“Batik sebenarnya warisan dari nenek-nenek kita dulu, tapi sebelumnya hanya buruh. Sekitar tahun 2011, saya mulai merintis produksi dan pemasaran secara mandiri,” kata Sihono, Rabu (12/7/2022).

Dijelaskannya, karena alasan tersendiri, Tegalrejo memiliki dua motif yang menjadi andalannya, yakni motif Gedhang atau Pisang, yang diambil dari nama kecamatan Kapanewon atau Gedangsari, dan motif Srikaya, karena daerah ini merupakan penghasil buah srikaya dan persiapan lainnya. Selain itu juga disesuaikan dengan permintaan pasar.

Proses pembuatan tie-dye juga bervariasi. Tie-dye tulis menggunakan kain biasa membutuhkan waktu 10 hari dengan harga 3 juta hingga 5 juta rupiah, sedangkan tie-dye sutera kualitas terbaik membutuhkan waktu sekitar 2 bulan untuk diproduksi.

“Harga batik tulis sutera cukup mahal, puluhan juta rupiah. Bahannya mahal, pembuatannya lama dan detailnya banyak. Untuk tie-dye cap, harganya paling banyak ratusan ribu,” terangnya.

“Untuk pemasaran online kami juga menjalin kerjasama dengan beberapa daerah di luar Jawa guna memenuhi permintaan lokal. Kemudian kami mengikuti acara pameran setiap waktu,” tambah Sihono.

Beberapa hari lalu, Pidjar.com berkunjung ke rumah produksi tie-dye milik Sihono. Terlihat beberapa pekerja sedang sibuk menjahit kain putih polos. Ada beberapa orang yang juga memasak kain untuk proses pencelupan.

“Udah selesai pesanannya,” kata salah satu pekerja sambil memotong kain untuk tie-dye yang digambar tangan.

Selain proses pembuatan dan detail motif yang membuat harga kain batik ini mahal, bahan baku pencelupannya juga berperan. Butuh banyak waktu dan beberapa kali proses pewarnaan untuk mendapatkan warna yang sempurna. Bahan bakunya juga menggunakan pewarna alami, biasanya daun atau yang lainnya.

Sementara itu, Kepala Desa Tegalrejo Sarjono mengatakan Kampung Batik merupakan aset wisata budaya di Desa Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari. Selama ini, 200 warga Tegalrejo menggantungkan mata pencaharian dari batik ini. Batik daerah ini juga sudah terkenal di dalam dan luar negeri.

“Batikdorf merupakan unggulan kita karena sebenarnya ada untuk pariwisata tetapi tidak dikembangkan secara maksimal. Bahkan sampai ke Singapura untuk tie-dye,” kata Sarjono.

Selama ini, pemerintah desa dan kabupaten terus mendukung para perajin batik ini untuk membantu mereka berkembang.


Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button