Distribusi BBM bersubsidi tidak efektif, pemerintah menunjukkan kelemahannya sendiri - WisataHits
Yogyakarta

Distribusi BBM bersubsidi tidak efektif, pemerintah menunjukkan kelemahannya sendiri

jakarta, NU online
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI H. Hilmy Muhammad menyayangkan konsumsi BBM oleh orang kaya. Menurutnya, hal itu justru menunjukkan kelemahan pemerintah sendiri dalam mendistribusikan BBM. Selain itu, ia juga mengisyaratkan adanya upaya untuk mengungguli si kaya dan si miskin.

“Subsidi yang tidak tepat sasaran ini harus menjadi fokus utama daripada menaikkan harga BBM. Jika ini masalahnya, semuanya akan terpengaruh. Ini disebut kesalahan beberapa orang dan konsekuensinya adalah untuk semua orang. Itu tidak sepenuhnya benar,” katanya dalam keterangan tertulis NU onlineSenin (9/5/2022).

“Bagaimana penjualan dan dukungan sejauh ini? Jangan sampai hal ini terjadi, karena dengan setiap kenaikan harga BBM, alasan ini terus berulang. Ini juga yang menjadi kecurigaan kami mengapa harus mengadu domba yang mampu dan yang tidak kompeten,” tanyanya.

Maka pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu meminta pemerintah memaksimalkan program Departemen BUMN berupa Pertashop. Perlu diketahui, program tersebut sudah direncanakan sejak tahun 2020 dengan target 10.000 unit. Namun, hingga tahun 2022 baru 4.311 Pertashop yang telah tercapai.

Dengan modal yang tidak sebesar SPBU, Gus Hilmy melihat Pertashop sebagai solusi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan meratakan BBM bersubsidi. Jumlah unit juga harus ditambah atau bahkan dibandingkan dengan SPBU yang ada.

“Ini masalah yang sebenarnya sudah diselesaikan oleh Kementerian BUMN. Namun belum maksimal dilakukan. Yang kami maksud adalah Pertashop, penjualan BBM skala kecil atau biasa kami sebut dengan Mini Pom. Di pompa mini mereka hanya menjual bahan bakar bersubsidi, hanya SPBU non-subsidi. Mobil tidak akan mengantri di mini pom karena spacenya kecil. Tambah saja jumlahnya, juga jumlah SPBU,” usul pria yang juga Ketua Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Gus Hilmy juga menyoroti upaya pendistribusian yang lebih akurat melalui aplikasi MyPertamina. Tapi sekali lagi, sayangnya aplikasi baru benar-benar aktif setelah BBM naik. Menurutnya, hal ini menunjukkan banyak program yang tidak terkoordinasi dengan baik.

“Di sisi lain, jika pemerintah mengklaim bahwa aplikasi MyPertamina adalah solusi untuk distribusi BBM yang lebih tepat, hasilnya harus ditunggu. Jika berhasil, lanjutkan, jika tidak berhasil, cari formula baru. Belum ada hasil, sudah terkumpul. Itu yang menjadi pertanyaan kita, bukankah sudah terkomunikasikan dan terkoordinasi dengan baik?” ujarnya kritis.

Gus Hilmy juga mengungkapkan, mensubsidi rakyat merupakan kewajiban konstitusional negara. Menurutnya, sangat disayangkan defisit APBN harus ditanggung rakyat.

“Anggaran negara berfungsi untuk kesejahteraan rakyat. Jika subsidi penduduk dianggap membebani anggaran negara, hal ini harus dikoreksi. Itulah amanat konstitusi bagi tatanan perekonomian nasional. Dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Orang sudah membayar pajak, itu sudah cukup,” katanya.

“Sisanya memompa BUMN untuk menghasilkan keuntungan, memaksimalkan potensi alam dan pariwisata, memaksimalkan perikanan dan pertanian, transisi ke energi terbarukan dan aliran pendapatan pemerintah lainnya. Bahkan tidak membebani masyarakat,” tambah pengurus pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.

Hal lain yang perlu diperbaiki, lanjut Gus Hilmy, adalah paritas konsumsi BBM Indonesia dengan negara lain. Menurut dia, di beberapa negara harga BBM tinggi karena konsumsinya lebih ditujukan untuk industri. Sementara itu, masyarakat di Indonesia lebih agraris dan maritim. Di sisi lain, pendapat per kapita juga berbeda.

Mengenai transfer subsidi, Senator Yogyakarta menjelaskan bahwa subsidi BBM dengan bansos adalah dua hal yang berbeda. Juga pemahaman bahwa satu subsidi dialihkan ke subsidi lain perlu dikoreksi.

“Subsidi BBM, subsidi migas, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan subsidi lainnya tidak nyambung karena ada aturan keduanya. Subsidi BBM akan dikurangi, subsidi atau kesejahteraan tidak akan ditingkatkan. Apakah bantuan yang diterima masyarakat semakin besar atau justru bertambah? Iya benar sekali. Anggaran dibuat. Hal yang sama berlaku untuk hibah pelatihan. Beasiswa LPDP misalnya. Skemanya sendiri sudah disiapkan. Apakah anggaran pendidikan menjadi 30 persen setelah kenaikan harga gas?” kata Gus Hilmy.

Seperti diketahui, pemerintah telah resmi mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan harganya akan disesuaikan dengan harga pasar. Pengalihan tersebut bertujuan agar dukungan yang lebih tepat sasaran dari Departemen Sosial melalui skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan subsidi upah pekerja. Selain itu juga ada transfer dana transfer angkutan umum daerah, ojek on linedan nelayan.

Konferensi pers Presiden Joko Widodo pada Sabtu (9/3/2022) menyebutkan, meski harga minyak dunia turun, hal itu tak mengubah kebutuhan subsidi BBM yang terus membebani APBN. Kompensasi BBM tahun 2022 naik tiga kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan terus meningkat, sehingga akan semakin membebani APBN. Juga karena masih 70% masyarakat yang mampu menggunakan BBM bersubsidi.

Penerbit: Muhammad Faizin

Source: www.nu.or.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button