Diproyeksikan sebagai wisata budaya | Radar Bojonegoro - WisataHits
Jawa Tengah

Diproyeksikan sebagai wisata budaya | Radar Bojonegoro

Warga Desa Ngraho di Kecamatan Gayam memperingati bulan Sura dengan merampok desa tersebut. Perayaan berlangsung di tempat perahu di desa. Ke depan, razia desa diproyeksikan sebagai wisata budaya.

M.IRVAN RAMADHANRadar Bojonegoro

LAGU Sandur terdengar dari sudut desa Ngraho di distrik Gayam. Komunitas memenuhi tempat suci di desa setempat. Saya melihat perahu tua berdampingan dengan tiga gunung hasil bumi dan lusinan kerucut

Gunungan terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Mulai dari nanas, jeruk, terong hingga kacang panjang. Tentu saja hal itu menunjukkan kekayaan hasil pertanian di desa Ngraho.

M. Muslim, ketua panitia, mengatakan pekan budaya desa digelar dalam rangka memperingati bulan surah. Sebagai bentuk penghormatan seseorang memandikan tempat perahu yang pernah ditemukan di Bengawan Solo.

“Perahu itu dianggap sebagai pusaka desa,” katanya.

Muslim menjelaskan, kegiatan diawali dengan karnaval budaya. Tumpeng dan Gunungan melingkari desa sejauh 2 kilometer (km). Tepatnya dari rumah kepala desa hingga tempat perahu.

“Ada 35 tumpeng dan 3 gunungan,” jelas pria yang menjabat sebagai pejabat di pemerintahan desa setempat itu.

Kemudian tumpeng dan gunungan ditempatkan di sekitar perahu tua. Kemudian perahu dimandikan dengan bunga. Sebagai tanda pembersihan dan pembersihan desa.

“Hilangkan karat dari perahu,” jelasnya.

Muslim menjelaskan, pada puncak acara, tumpeng dan gunungan dibagikan kepada masyarakat. Tentu saja sebagai ucapan terima kasih atas hasil pertanian di desa tersebut.

Menurut Muslim, makam sesepuh desa Mbah Suto Projo juga terletak di situs sebelah perahu. Dia menjadi karakter yang basis (Membersihkan lahan) sehingga muncul desa Ngraho.

Muslim mengaku kegiatan ini menjadi program rutin bagi masyarakat desa saat memasuki bulan Sura. Namun, tahun ini lebih semarak dengan penampilan Sandur dan Reog yang mengikuti karnaval.

Kedepannya, pekan budaya ini akan diproyeksikan sebagai objek wisata budaya. Manajemen disiapkan setiap tahun untuk orang yang bertanggung jawab atas kegiatan.

Muslim menjelaskan, perahu tersebut telah digunakan sebagai alun-alun desa dan pusaka sejak tahun 2010. Saat itu kapal ditemukan di Bengawan Solo dan terlihat sedang surut. Kemudian masyarakat berinisiatif mengangkatnya ke daratan.

“Ini diprakarsai oleh kepala desa saat itu,” kenangnya.

Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan bagi masyarakat untuk mengangkat perahu tersebut. Bahkan membutuhkan truk untuk mengangkut gerobak yang penuh dengan perahu. Puing-puing kapal juga digeledah dan dipasang kembali. (*/mso)

Source: radarbojonegoro.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button