Di Koridor Gatsu, Sapardi Abadi - WisataHits
Jawa Tengah

Di Koridor Gatsu, Sapardi Abadi

Di Koridor Gatsu, Sapardi Abadi

Puluhan orang berkesempatan membaca karya Sapardi di panggung terbuka.

SOLO, JITUNEWS.COM — Apa yang fana adalah waktu, kita abadi. Mungkin termasuk Sapardi. Meski meninggal dunia pada Juli 2020, sosok penyair tersebut telah memberikan dampak bagi masyarakat, khususnya masyarakat sastra. Tak ayal, nostalgia pria kelahiran Solo itu kerap disepelekan oleh puisi.

Puluhan masyarakat dari berbagai generasi berkumpul dalam acara bertajuk “Solo at Night” di Panggung Penyair, Trotoar Koridor Gatot Subroto (Gatsu), Solo, pada Sabtu (14/01/2023). Dengan latar mural karya Sapardi Djoko Damono, mereka bergantian membacakan puisi yang ditulis oleh mantan dosen Universitas Indonesia (UI).

Direktur SOLOISSOLO Irul Hidayat, salah satu penggagas Solo di Kapan Malam, mengatakan, pihaknya menginginkan mural yang dihadirkan di sepanjang koridor Gatot Subroto ini bersinggungan dengan “street performance” yang ada.

Dikirab dari Loji Gandrung ke Pura Mangkunegaran, Kaesang Pangarep merasakan itu

Dari segi penyair, bukan Sapardi saja. Ada mural penyair Solo populer lainnya seperti WS Rendra, Wiji Thukul hingga Ronggowarsito.

“Konsep awal yang paling sederhana, mural-mural ini kami tanggapi dulu. Serial hari ini Sapardi,” kata Irul ditemui usai acara.

Irul menambahkan, pembacaan puisi akan digelar secara rutin, setiap dua minggu sekali. Pada kesempatan berikutnya giliran WS Rendra yang dikenang atas karyanya melalui penampilan publik.

Meski demikian, kata Irul, pihaknya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap kelompok untuk tampil di koridor Gatot-Subroto. Ia berharap kawasan ini bisa dimeriahkan dengan “street performance” setiap minggunya.

“Di luar sastra, ini nanti bisa jadi musik. Kalau ada grup atau grup performance yang mau manggung di sini di luar Minggu malam, kami tetap bantu,” kata Irul.

“Intinya, kami ingin melakukan street performance di Koridor Gatot Subroto setiap akhir pekan. Jadi ini wadah bagi teman-teman kreatif di solo untuk mengekspresikan diri, tidak apa-apa jika masyarakat ingin berpartisipasi,” tambah Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Lulus.

Secarik kertas dongeng dari Marsinah

Dari Jogja, Mahfud melancong ke Solo setelah melihat poster “Membaca Sapardi” di platform media sosial. Sapardi dianggap sebagai sosok yang sangat berpengaruh karena turut menumbuhkan kecintaan terhadap sastra dalam dirinya.

Gilirannya, Mahfud berada di panggung penyair. Ia membacakan puisi berjudul “Kisah Marsinah” yang diselesaikan oleh Sapardi pada tahun 1996. Pria berusia 25 tahun itu memilih puisi itu karena menyimpan kekaguman tersendiri pada Marsinah, aktivis buruh asal Nganjuk.

“Jujur saya kangen banget sama Pak Sapardi, kangen sama Marsinah—meski belum pernah ketemu. Tetapi ketika saya membaca kisahnya, biografinya, baik Pak Sapardi maupun Pak Marsinah, saya kira kita bisa belajar banyak dari double digit,” jelas lulusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini.

Rangkaian bacaan Sapardi dituntaskan oleh Azmi Rahma yang masih tercatat sebagai sarjana di Universitas Sebelas Maret (UNS). Dia membaca puisi berjudul “Sepotong Kertas”. Dalam penafsirannya, puisi ini menceritakan tentang seseorang yang mengirimkan surat agar diingatkan kembali apakah si penerima mengingat isi surat tersebut atau tidak.

Menurut Azmi, karya-karya Sapardi luar biasa karena tak lekang oleh waktu. Buktinya, puisinya masih dikenang sampai sekarang.

“Melihat karyanya dari latar belakang mengajar, ternyata karya Sapardi adalah jenis karya yang santun. Dan karyanya masih bisa merebut hati generasi,” kata perempuan yang juga duta wisata Wonosobo itu.

Azmi mendukung acara budaya, termasuk sastra, yang rutin digelar di Kota Solo. Ia juga memimpikan konsep “pertunjukan jalanan”, seperti yang dipromosikan oleh Solo at Night.

“Karena venue di sini open stage, siapa saja yang datang bisa langsung ikut. Orang yang belum tentu memiliki panggung merasa dihargai. Kalian bisa mengambil kesempatan ini untuk tampil di depan penonton,” imbuhnya.

Karena itu, Mahfud menilai malam apresiasi sastra di Koridor Gatot Subroto sangat menarik. “Di sini kami menempati ruang publik. Bisa dibilang semangat sastra bisa kita bungkus di ruang manapun, karena bagi saya sastra adalah sesuatu yang bebas dan lumrah,” pungkasnya.

Selain sobekan kertas dan dongeng Marsinah, Sapardis diketahui pernah membacakan puisi lain, di antaranya Waktu Yang Abadi, Suatu Hari, Aku Ingin, Metamorfosis, dan Hujan Juni.

Pengunjung tidak hanya berkesempatan untuk tampil dan menyaksikan pembacaan puisi, tetapi juga berkesempatan untuk membawa pulang produk-produk kreatif yang dipajang di sepanjang koridor Gatot Subroto.

Revitalisasi hampir selesai, ratusan noda dinding SOLOISSOLO dapat mewarnai tahun baru Anda

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button