Desa Merti Merti Loano, Desa indah di dekat Borobudur - WisataHits
Jawa Tengah

Desa Merti Merti Loano, Desa indah di dekat Borobudur

Purworejo, Gatra.com – Merti desa atau ada yang menyebutnya desa bersih, adalah budaya Jawa yang dilakukan setelah panen sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa.

Salah satu yang memiliki tradisi Merti Desa adalah Desa Loano, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Rangkaian acara yang bertemakan “Memperkuat tradisi, budaya lestari” ini dimulai pada 30 Agustus 2022 dengan digelarnya spanduk doa (tahlilan). Keesokan harinya dilanjutkan dengan Pawiyatan (mengibarkan panji Wulung), kemudian dilanjutkan dengan pengajian akbar pada tanggal 4 September dan ritual pagar desa (petik tirta dan bedol pusaka) pada tanggal 8 September.

Baca juga: Potensi udang vanamae di Purworejo cukup tinggi, sayangnya belum optimal

Puncak dan acara yang paling ditunggu oleh masyarakat adalah Garebek Lowano, karnaval budaya dan upacara bumi Tandya Bhakti, yang berlangsung pada Minggu (13/9/2022). Wakil Bupati Hj Yuli Hastuti, Ketua DPRD Dion Agasi Setiabudi, Kepala Dinas Porapar Stephanus Aan, Direktur Air Minum Perumda Hermawan Wahyu Utomo, Ketua Papdesi Polsoro Suwarto dan beberapa pejabat dari Kompincam Loan hadir dalam kegiatan ini.

Baca Juga: Wajah Baru, Borobudur Harus Jadi Destinasi Kelas Dunia

“Garebek Lowano merupakan rangkaian merti desa yang diadakan setiap tiga tahun sekali pada bulan Sapar (penanggalan Jawa). Sesuai Perdes No 9/2020 tentang Pelestarian Budaya Desa Desa Loano. kesuburan tanah dan hasil panen, yang telah Kami atur dengan kaya dengan memperbarui sejarah Kadipaten Lowano (sekarang ditulis oleh Loano), yang pernah berjaya di era Mataram hingga setelah Kesepakatan Giyanti, ”kata Penasehat Panitia Erwan Wilodilogo saat itu prosesi.

Pawai massal Grebeg ini dimulai dari Kantor Desa Loano kemudian berjalan kaki menuju Masjid Al Iman Sunan Geseng yang berjarak sekitar 2 km.

Ribuan warga sekitar memadati pinggir jalan sambil mengacungkan ponsel untuk mengabadikan momen tersebut. Seluruh peserta mengenakan pakaian adat Jawa yang dipimpin oleh Kepala Desa Loano Sutanto didampingi istri dan aparat desa. Kemudian perwakilan dari 12 dusun masing-masing membawa jodang berisi makanan siap saji, bakpao kambing dan beberapa gundukan hasil bumi. Setelah prosesi upacara bumi Tandya Bhakti, semuanya menjadi diperebutkan. Tak hanya Jodang, ibu-ibu, remaja, dan anak-anak dari 12 dusun membawa sayuran dari tanaman mereka, yang bisa dibawa pulang oleh penonton secara gratis.

Baca Juga: Jadi Desa Wisata Ramah Pengemudi, Wisata Lokal di Rejowinangun Meningkat

Dalam prosesi upacara di halaman Masjid Sunan Geseng, Kepala Desa Loano yang berperan sebagai Adipati menuangkan air dari kendi (airnya diambil dengan prosesi pemetikan tirta) ke dalam kendi milik petani. membawa bibit tanaman.

Setelah itu, kendi dipecah sebagai simbol lengkap bumi, yang memberi berkah kepada bumi Loano.

“Semua yang terlibat dalam foya ini adalah warga, dari KK hingga RT, semua orang punya peran. Kami panitia tidak memaksakan, saya hanya menawarkan kepada siapa saja yang Krentek (ingin) bersedekah kepada bumi dipersilahkan. Masak ya, hasil panen mereka (warga Loano) sendiri,” kata Erwan yang menjabat sebagai sekretaris desa.

Antusiasme warga yang luar biasa juga diapresiasi Ketua DPRD Dion Agas Setiabudi. “Saya mengapresiasi pemerintah desa Loano, panitia dan warga yang antusias. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya. Kegiatan adat ini dapat menunjang dan memajukan pariwisata di Kabupaten Purworejo. Saya berharap ke depannya kegiatan ini bisa rutin dan lebih besar lagi. Pemerintah daerah juga harus mendukung,” kata Dion didampingi Kepala Desa Sutanto.

Dengan hadirnya pejabat Otoritas Borobudur (BOB) di acara Gerebeg Lowano, tambah Dion, dimungkinkan adanya sinkronisasi kedua pihak. “Saya kira BOB sebagai pemegang kewenangan dan Desa Loano sebagai penyangga kawasan wisata Bukit Menoreh bisa bersinergi dan saling mendukung. Bus BOB mendukung kemajuan dan meningkatkan jumlah wisatawan, Loano bisa menjadi desa wisata yang siap menerima wisatawan,” kata Dio.

Sementara itu, Kepala Desa Sutanto mengatakan, meski memiliki banyak potensi wisata, terutama religi dan budaya, pemerintah belum mengeluarkan surat keputusan untuk desa wisata. “Kami sudah mengajukan sejak 2015, tapi sejauh ini belum ada keputusan. Padahal potensi Loano sangat besar, kami mendapat kunjungan dari salah satu universitas di Jerman beberapa waktu lalu. Mereka tertarik dengan sejarah Loano,” kata Tanto.

Selain Masjid Sunan Geseng, Loano juga memiliki Museum Kakek Gagak Handoko dan merupakan tempat pemakaman beberapa adipati kuno. Diantaranya adalah Adipati Anden, Gusti Lowano, Gagak Handoko dan Gagak Pranolo 1.

Source: www.gatra.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button