Desa Jemur diperkuat kain batik • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Desa Jemur diperkuat kain batik • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Kemandirian ekonomi warga Desa Jemur, Pejagoan berasal dari produksi batik. Hampir setiap rumah di sana diperkuat dengan karya batik yang diturunkan secara turun temurun.

Kepala Desa Jemur Tunjangsari mengatakan, produksi batik dalam negeri di desanya berhasil menopang perekonomian warga. Batik, kata Tunjangsari, cukup mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat setelah mengandalkan hasil dari sektor pertanian. Bahkan beberapa warga setempat kini telah memutuskan untuk fokus pada bisnis tie dye. “Penghasilan utama sekarang adalah menjual batik. Kalaupun mereka tetap tidak meninggalkan sawah dan kebun mereka,” katanya, Senin (17 Oktober).

Ia mengungkapkan, saat ini sudah ada sentra batik di Desa Jemur. Dimana lokasi pembatikan dibuat sentral dengan jumlah pengrajin sekitar 100 orang. Hal ini untuk memudahkan akses bagi calon pembeli yang ingin melihat langsung tanda tangan tie-dye Jemur. “Pusatnya harus ada di setiap rumah. Misalnya kalau mau beli tinggal pilih mau dari tukang yang mana,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah desa bersama warga sekitar terus melakukan terobosan agar tie-dye khas Jemur dapat dikenal masyarakat luas. Paket wisata edukasi batik baru-baru ini dibuka. Jadi, tak hanya mengandalkan jualan tie dye, perajin kini sudah membuka diri dengan memanfaatkan paket wisata yang ditawarkan. “Ya, kami tidak hanya mencoba kegiatan yang monoton. Kemasan yang menarik perlu diciptakan, salah satunya adalah open tourism,” jelasnya.

Selain bernilai ekonomis, inovasi tersebut harus menjadi aset bagi pelestarian batik yang merupakan warisan nenek moyang. “Konsepnya sederhana. Berbicara satu sama lain dalam bahasa kita. Mari saling mengenal dan belajar. Kalau seperti itu, bisa saja terjadi,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Batik Jemur Ghozali menambahkan, desa Jemur sejak dulu dikenal dengan batiknya. Bahkan sekelompok kecil pengrajin berhasil menciptakan motif kontemporer. Motif-motif gaya modern ini sengaja dirancang untuk menanggapi tren mode yang berubah secara dinamis. “Anda harus bergerak dengan waktu. Terkadang ada yang meminta model yang tidak sama. Intinya adalah konsep industri kontemporer. Tapi kami tetap mempertahankan model klasiknya,” jelasnya.

Ghozali mengatakan, batik khas Jemur memiliki corak atau karakter yang berbeda dengan daerah lain. Sebagian besar karya yang dihasilkan berhubungan dengan alam. Seperti tema Lukulo, Jagatan, Jenitri, Srikit, Ukel Cantel dan Glebagan. Harga yang ditawarkan pun bervariasi antara Rp 500.000 hingga 1,5 juta tergantung model produksi. “Tie-dye tertulis cukup mahal karena prosesnya panjang dan membutuhkan ketelitian. Baik motif maupun pengaruh memiliki motif tentang kondisi alam kebumen,” jelasnya. (fid/pra)

Source: radarjogja.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button