Dana Desa, memantau pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di pedesaan - WisataHits
Yogyakarta

Dana Desa, memantau pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di pedesaan

SDGs adalah komitmen global dan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan, keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, kualitas lingkungan dan pembangunan yang inklusif, serta peningkatan kualitas hidup antar generasi.

Upaya pencapaian tujuan SDGs sebagai prioritas pembangunan nasional memerlukan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun dukungan pendanaan. Salah satu bentuk program pembangunan berkelanjutan sebagai implementasi SDGs adalah program Dana Desa.

Komitmen pemerintah dalam percepatan pembangunan pedesaan mencerminkan pelaksanaan program Nawacita ketiga, “Membangun Indonesia dari Pinggiran”. Membangun dari pinggiran berarti mendorong kegiatan ekonomi di pedesaan dan membuka atau menjalin hubungan antara daerah pinggiran dan pusat-pusat kegiatan ekonomi (Priyarsono, 2016).

Konsep bangunan dari pinggiran diperkenalkan oleh Myrdal (1957) dan Richardson (1978), dimana hubungan pusat-pinggiran dapat digambarkan sebagai efek hamburan (scattering effect).efek penyebaran) dari pusat ke pinggiran dan efek penyerapan kembali (efek pencucian balik) dari pinggiran ke pusat.

Jadi membangun dari pinggiran merupakan langkah untuk mempercepat laju pembangunan yang sebelumnya terfokus efek penyebaran (Muhtarom, 2018). Dana Desa merupakan salah satu instrumen fiskal yang digunakan pemerintah untuk mendukung ketiga visi di atas.

Skema Dana Desa yang dilaksanakan pemerintah sejak tahun 2015 (berdasarkan amanat Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014) lebih diprioritaskan daripada pendanaan untuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas masyarakat pedesaan. masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan mengurangi kemiskinan serta dituangkan dalam rencana kerja pemerintah desa.

Berdasarkan ketentuan tersebut, sangat jelas bahwa program dana desa merupakan perwujudan dari rencana pembangunan desa yang berkelanjutan. Secara nasional, total penyaluran Dana Desa dari tahun 2015 hingga 2021 mencapai Rp400,60 triliun yang akan disalurkan ke 74.961 desa. Pada periode ini, infrastruktur perdesaan berkembang cukup pesat sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, efektivitas pelayanan dasar, dan pelayanan publik di perdesaan.

Pada tahun 2022, total anggaran Dana Desa sebesar Rp68 triliun dan berdasarkan Perpres No. 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN Tahun 2022, kebijakan pemanfaatan Dana Desa difokuskan pada a) Program Perlindungan Sosial berupa BLT Desa setidaknya 40%; b) program nutrisi dan keamanan hewan minimal 20%; c) dukungan dana untuk penanganan COVID-19 minimal 8% dari alokasi dana desa untuk setiap desa, dan; d) Pembiayaan program bidang prioritas lainnya.

Di provinsi DI Yogyakarta sendiri, dari tahun 2015 hingga 2021 terjadi akumulasi

Nilai Dana Desa yang dibayarkan adalah Rp 2,47 triliun. Sedangkan pada tahun 2022, alokasi anggaran Dana Desa sebesar Rp439,26 miliar. Hingga 22 November 2022, telah tercairkan Rp 431,64 miliar atau 98,26 persen yang disalurkan ke 392 desa yang tersebar di empat kabupaten.

Terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui penyaluran Dana Desa di Provinsi DI Yogyakarta tidak hanya tercermin dari perbaikan infrastruktur pedesaan, tetapi juga perbaikan indikator kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan, penurunan angka kemiskinan dan penurunan angka pengangguran di pedesaan.

tingkat kemiskinan

Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi DI Yogyakarta jauh lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di perdesaan. Namun, persentase kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.

Pemanfaatan dana desa melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia, tingkat kemandirian dan ekonomi serta menurunkan angka kemiskinan di pedesaan.

Tingkat kemiskinan pedesaan di Provinsi Yogyakarta turun secara signifikan dari 16,63 pada Maret 2016 menjadi 13,65 pada Maret 2022. Penurunan angka kemiskinan di pedesaan bahkan lebih cepat dibandingkan di perkotaan.

Kondisi ini sejalan dengan temuan penelitian Ariyani (2019) bahwa penggunaan Dana Desa untuk program pembangunan desa dan program pemberdayaan masyarakat berpengaruh positif terhadap penurunan angka kemiskinan desa, khususnya dalam program pembangunan desa. Bahkan, dalam penelitian lain, Hasibuan (2018) menyimpulkan bahwa tidak hanya program pembangunan desa, tetapi juga penggunaan dana desa dalam program pemberdayaan masyarakat dan program bina masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengentasan kemiskinan.

Tingkat pengangguran

Penggunaan dana desa mendorong pengurangan pengangguran di pedesaan melalui penciptaan lapangan kerja, baik melalui pelaksanaan program pembangunan desa mandiri melalui pengutamaan prinsip-prinsip Tenaga Kerja Padat Tunai (PKT), maupun melalui program penguatan masyarakat desa melalui potensi desa dan Pembangunan Unggul dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Salah satu pedoman dalam pengelolaan dana desa adalah desa wajib mengalokasikan 30% dari total alokasi kegiatan pembangunan untuk program PKT guna menciptakan lapangan kerja di desa. Selain itu, dengan berkembangnya potensi wisata alam, sejarah, dan budaya, tidak heran jika tingkat pengangguran di pedesaan Provinsi Yogyakarta turun signifikan dari 2,55% pada Agustus 2016 menjadi 2,06% pada Agustus 2022.

Uraian di atas sejalan dengan Navis (2018) yang menyatakan bahwa penggunaan Dana Desa oleh program pemberdayaan masyarakat dan program pembangunan desa berdampak signifikan terhadap pengurangan pengangguran di pedesaan. Dengan Dana Desa, masyarakat desa dapat merencanakan dan melaksanakan program untuk mengatasi masalah sosial secara mandiri dan lebih cepat, tanpa harus menunggu program dan subsidi dari pemerintah daerah.

status desa

Selain menggambarkan ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi desa, indikator ini juga berfungsi untuk mengukur status pembangunan suatu desa. Berdasarkan IDM, desa dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu mandiri, maju, berkembang, tertinggal dan sangat tertinggal.

Salah satu Netra et al. (2022) menyimpulkan bahwa penggunaan Dana Desa berdampak pada peningkatan IDM. Konsisten dengan hasil ini, Tambunan, et al. (2020) bahwa Dana Desa mampu melakukan perubahan pembangunan desa, khususnya dengan meningkatkan IDM melalui peningkatan infrastruktur pertanian, perluasan kesempatan kerja, dan penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). dana desa disediakan

Sementara itu, Supriadi (2021) menyimpulkan bahwa penggunaan Dana Desa di desa tertinggal memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap IDM, terutama dari perspektif jaminan sosial.

Pada tahun 2016 rata-rata skor IDM dari 392 desa di Provinsi DI Yogyakarta adalah 0,6939 atau dalam kategori “Berkembang”. Pemeringkatan ini menempatkan DI Yogyakarta pada peringkat pertama rata-rata IDM nasional dan berada dalam kategori yang sama (berkembang) bersama dengan enam provinsi lainnya. Sementara itu, di tingkat kabupaten, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman merupakan dua kabupaten dengan rata-rata IDM tertinggi di Provinsi DIY yaitu dalam kategori maju, sedangkan Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo berada dalam kategori berkembang.

Dari 343 desa pada tahun 2016, 32 desa tergolong desa mandiri, 136 desa maju, 175 desa berkembang, dan 49 desa tertinggal.

Pada tahun 2022, rata-rata nilai IDM dari 392 desa di Provinsi DI Yogyakarta mencapai 0,8128 dengan kategori maju. Kinerja tersebut meningkat sebesar 17,13% dibandingkan rata-rata skor IDM tahun 2016. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman masih memiliki rata-rata skor IDM tertinggi pada kategori Lanjutan.

Dari 392 desa pada tahun 2022, sebanyak 184 desa dikategorikan desa mandiri, 197 desa maju, 11 desa berkembang, dan tidak ada yang dikategorikan desa tertinggal atau sangat tertinggal. Jumlah desa mandiri meningkat 475%, jumlah desa maju meningkat 44,85%, sedangkan jumlah desa berkembang menurun 93,71% dibandingkan tahun 2016.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbaikan yang terjadi pada indikator kesejahteraan masyarakat desa mencerminkan kemajuan pencapaian SDGs melalui penggunaan dana desa.

Capaian tersebut tentunya akan berbeda-beda di setiap desa antara lain tergantung pada 1) kemampuan merancang program-program strategis berdasarkan potensi dan keunggulannya; 2) kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berdampak lokal terhadap indikator kesejahteraan; dan yang utama adalah 3) partisipasi aktif masyarakat dalam kerangka paradigma desa yang berkembang.

Pengelolaan Dana Desa yang baik harus memastikan pembangunan berkelanjutan di daerah pedesaan. Pencapaian tujuan indikator kesejahteraan bukanlah tujuan akhir dari gerakan pembangunan desa, namun tahapan pencapaiannya merupakan bukti bahwa Marwah pembangunan berkelanjutan di pedesaan dia tetap terjaga dari waktu ke waktu. (***)

DIDUKUNG:

Kisah dua brand kecantikan lokal yang diuntungkan Tokopedia: Duvaderm dan Guele

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button