Dalam rangka merayakan renungan harian Santiko (1940-2021), Durga di Jawa, Bali dan India - WisataHits
Jawa Tengah

Dalam rangka merayakan renungan harian Santiko (1940-2021), Durga di Jawa, Bali dan India

Informasi Kegiatan – Salah satu tujuan utama Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) adalah forum ini merupakan ajang untuk meninjau kembali pemikiran-pemikiran penting para sarjana yang telah melakukan kajian secara serius dan ilmiah tentang sejarah dan budaya nusantara kuno. Diharapkan dengan forum ini, pemikiran-pemikiran lama yang sebelumnya terlupakan dapat dihidupkan kembali dan ide-idenya dapat menjadi inspirasi baru bagi para akademisi, pelaku sastra kontemporer, dan seniman kontemporer.

BWCF tahun ini ada on line pemikiran almarhum Prof. Dr. Bangunkan Hariani Santiko. Hariani Santiko adalah seorang arkeolog penting di Indonesia, namun mungkin namanya hanya dikenal di kalangan arkeolog. Hariani Santiko lahir di Pacitan pada tahun 1940 dan meninggal tahun 2021 lalu. Hariani Santiko bertugas di Departemen Arkeologi UI dan mengajar Arkeologi Klasik Hindu-Buddha. Kajian arkeologi yang dilakukan Hariani Santiko di UI sangat mendalam karena ia mahir berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuno.

Mempertahankan disertasi Hariani Santiko tahun 1987: Posisi Batari Durga di Jawa pada abad X-XV Masehi adalah disertasi yang sangat langka pada tingkat ilmiah yang tinggi. Menurut Hariani Santiko, pemujaan Durga merupakan bagian dari pemujaan dewi ibu dalam masyarakat agraris. Durga adalah ibu dunia (jagadamba) alasan keberadaan Nama keluarga dan membentuk karena Durga adalah Shakti (kekuatan/energi) Siwa dalam penciptaan. Durga adalah pelindung manusia dari ancaman bahaya. Dia bertugas melindungi orang dari masalah yang disebabkan oleh serangan musuh atau orang jahat. Durga sendiri berarti benteng atau seseorang yang menghancurkan kesulitan atau rintangan.

Disertasi ini penting karena menyajikan data dan analisis arca Durga di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada zaman dahulu. Disertasi ini sangat bermanfaat karena dari situ kita dapat memahami salah satu unsur religi terkuat yang pernah berkembang di Jawa kuno. Disertasi ini bersifat internasional karena kita dapat membandingkannya dengan Durga di India kuno atau bahkan India modern atau Bali modern.

Apakah fakta dari sisa-sisa patung itu Durga Mahisasuramardini (Durga pembunuh Asura berwujud kerbau) sangat banyak di Jawa. Yang tertua diperkirakan berasal dari abad ke-8 M sedangkan yang termuda berasal dari zaman Majapahit sekitar abad ke-15 Masehi.

Selama kurang lebih 700 tahun, semua produk religi yang berkaitan dengan Durga, mulai dari arca, relief, prasasti hingga kakawin-kakawin (puisi panjang) dibuat di Jawa. Estetika patung tidak bisa dipungkiri Durga Mahisasuramardini bahwa di Jawa tingkat seninya luar biasa, berbeda dengan patung-patung Durga dan Kali di India.

patung Durga Mahisasuramardini di Jawa, seperti dicontohkan patung Durga berlengan 8 dari Candi Singosari yang sekarang dilestarikan di Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden (duplikatnya ada di Museum Nasional Jakarta), rata-rata digambarkan berwajah cantik dan menawan. dan berdiri dengan tenang dengan dua kaki di punggung kerbau. Di India, Durga sering digambarkan menggunakan singa sebagai kendaraannya. Singa juga sering disajikan sebagai bagian dari merobek kerbau raksasa. Namun, arca Durga dan singa seperti itu jarang ditemukan di Jawa. Menurut Hariani Santiko, arca Durga dari Jawa Timur jarang menampilkan adegan kekerasan.

Mirip dengan India, Durga di Jawa juga membawa senjata atau benda seperti cakra, pasa (tali), khadga (pedang pendek), dhanu (busur), sangkha (siput), aksamala (manik-manik), sula (tombak), gada, khetaka (perisai). ). ). Baik di India maupun di Jawa, ukiran Durga Mahisasuramardini juga terkenal dengan visualisasinya Ardhaniskranta (terlihat sebagian) bentuk dari bagian tubuh asura asli yang terlihat, muncul dari penjelmaan kerbau. Di Jawa, Asura sering digambarkan menonjol dari leher atau kepala kerbau dan jauh lebih kecil dari Durga.

Di Bali, ukiran Durga berbeda. Sederhana tapi ajaib. Yang menarik dari Bali adalah sejarah Durga masih hidup hingga saat ini dalam kesenian rakyat seperti Calon Arang. Pemujaan Durga juga dilanjutkan di beberapa pura Bali. Pura ini memiliki arca Durga yang sangat sakral dan memiliki ritual khusus untuk memujanya.

Oleh karena itu BWCF mengundang banyak peneliti Bali untuk mempelajari Durga. Kami telah memilih Ni Wayan Pasek sebagai keynote speaker untuk festival ini

Ariati Phd, yang menyelesaikan PhD-nya di Charles Darwin University, Australia dengan disertasi tentang Durga dan menulis buku berjudul: Perjalanan Dewi Durga: India, Jawa dan Bali. Ia akan membuka acara ini dengan pidato budaya yang membandingkan Durga di Jawa, Bali dan India. Sementara itu, pembicara lain dari Bali akan bergabung dengan Dr. I Wayan Budi Utama, dr. Komang Indra Wirawan, dr. Penulis Wayan Jarrah, Ida Bagus Made Baskara hingga I Gde Agus Darma Putra membahas Durga di Bali dengan berbagai topik mulai dari membahas prasasti di Bali yang menyebutkan Durga, pemujaan Shakti Shiva di pura Bali, hingga dari Tato yang berkaitan dengan Durga dibahas.

Tidak hanya arkeolog dan filolog dari Jawa dan Bali yang akan tampil di festival tersebut On line Kali ini BWCF. Kami juga mengundang peneliti Durga dari India, Italia, Jerman, Prancis, Inggris, Amerika, dan Australia. Mereka akan membahas Durga dari sudut pandang disiplin ilmu dan kajiannya masing-masing. dr Stephen C. Headley, penulis: Masjid Durga: Kosmologi, Konversi, dan Komunitas Islam Jawa TengahMisalnya, akan berbicara tentang bagaimana, tanpa disadari, sisa-sisa pemujaan Durga di Jawa kuno di masa lalu masih merasuki ritual tradisi Jawa sehari-hari di keraton dan desa Jawa saat ini.

Dalam bukunya Masjid DurgaStephen Headley membahas ritual itu secara panjang lebar Sajian Mahesa Lawung yang rutin digelar Kraton Solo sebenarnya merupakan peninggalan dari ritual pemujaan Durga. Selama ratusan tahun Kraton Solo telah mengadakan upacara penanaman kepala kerbau hitam di Hutan Krendowahono. Hutan Krendowahono masih dianggap keraton hingga saat ini sebagai tempat bersemayam Bhatari Durga sebagai pelindung keraton dari utara. Di hutan ini terletak istana Durga yang tak terlihat.

Hampir setiap tahun, pada hari ke-40 setelah peristiwa Grebeg Maulud, Keraton Solo menanam kepala kerbau hitam di hutan Krendowahono. Meski di masa pandemi ini, upacara Mahesa Lawung yaitu penanaman kepala kerbau hitam tetap dilakukan. Di masa pandemi ini, saat upacara Mahesa Lawung, pihak keraton meminta Durga untuk selalu menjaga keraton di masa wabah.

Pembicara lain seperti Dr. Bihani Sarkar dari India akan berbicara tentang kultus Durga di India kuno; sementara Prof. Tapati Guha-Thakurta, juga dari India, akan membahas pemujaan Durga atau Durga Puja di Kolkata di era modern ini. dr Ambra Calo dari Italia akan membahas perspektif Tantrayana tentang pemujaan Durga di Bali kuno. Sementara dr. Lydia Kieven dari Jerman akan mencoba melihat apakah ada unsur Durga pada relief Panji di Jawa Timur dan Cecelia Levin, PhD dari Amerika akan membahas relief Ramayana di Prambanan.

Selain rangkaian diskusi, bedah buku, kuliahdan sesi meditasi panitia juga ditampilkan Film tari Durga Festival. Pemirsa dapat menonton di kanal YouTube Borobudur Writers and Cultural Festival. Panitia mengundang 9 koreografer diantaranya dari Thailand, Singapura dan Malaysia untuk menginterpretasikan tema Durga. Mereka berkarya dengan mengambil lokasi tempat-tempat yang berhubungan dengan Durga di daerahnya masing-masing, baik berupa candi, candi, maupun tempat suci. Pada titik inilah tema Durga menjadi titik tolak perayaan seni rupa kontemporer Asia Tenggara.

BWCF menganggap penting untuk merayakan disertasi Hariani Santiko satu tahun setelah kematiannya. Dari candi Prambanan ini kami berharap dapat dijadikan rujukan bagi karya-karya besar para intelektual Indonesia warisan Nusantara, seperti yang dilakukan Hariani Santiko, dapat terus dibaca ulang dan melahirkan karya-karya kreatif lainnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button