Colenak Murdi Putra, sang legenda yang tak menyisakan waktu - WisataHits
Jawa Barat

Colenak Murdi Putra, sang legenda yang tak menyisakan waktu

bandung

Colenak terkenal dan terhubung dengan masyarakat Bandung. Juga dikenal sebagai singkong fermentasi, hidangan khas dari Peuyeum ini, dengan taburan kelapa parut dan gula merah, telah dijual oleh Murdi, seorang pionir Colenak, sejak tahun 1930-an.

Menurut detikNews, makanan itu dulu disebut peuyeum digulaan (tapai dicampur gula). Kemudian ada seorang konsumen yang menyarankan agar makanan tersebut diberi nama “colenak”, yang berasal dari kata “dicocol (berulang kali disentuh) enak”. Karena tapai bakar ini dimakan dengan cara dicelupkan ke dalam gula merah.

Kini Colenak buatan Murdi berada di tangan generasi ketiga yang bernama Colenak Murdi Putra. Mahmud Saepudin, 60 tahun, cucu Murdi, mengaku sudah menjalankan bisnis ini secara turun-temurun sejak 2005.

“Saya sudah generasi ketiga, Pak Murdi adalah kakek saya. Saya sudah di sini sejak tahun 2005. Sebelumnya (yang menjual) ibu saya,” kata Mahmud kepada detikJabar di Colenak Murdi Putra Center, Jalan Ahmad Yani No. 733, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jumat (19/8/2022).

Almarhum Murdi yang meninggal tahun 1966 selalu berjualan di lokasi ini. Namun, dia membakar peyeum dan menjualnya di pinggir jalan. Setelah mengumpulkan modal, dia hanya membeli tempat yang digunakan sampai sekarang.

“Awalnya di pinggir ya, di sini juga, tapi di pinggir seperti bapak gerobak ketupat itu. Kemudian beli di sini. Jadi kalau tempat ini sudah dari zaman Pak Murdi,” kata Mahmud.

ColenakColenak foto: iStock

Colenak telah dijual selama hampir 100 tahun dan nama Colenak Murdi Putra kini dikenal di berbagai daerah sebagai salah satu masakan khas Sunda, khususnya di kota Bandung. Agar selalu lestari, Mahmud berinisiatif tidak hanya menjual Colenak ini di sana, tetapi juga membuka cabang lain dan menawarkan Colenak Murdi Putra di supermarket yang berbeda.

“(Mulai dijual di supermarket) di era saya, generasi ketiga. Karena banyak istilah yang tidak sesuai keinginan, saya berinisiatif memasukkannya di Griya, Yogya, Borma dari tahun 2005,” ujarnya.

Dua adik Mahmud bukan satu-satunya yang menjalankan cabang di Kosambi dan Cibiru. Selain itu, adiknya Colenak Murdi juga membawa Putra ke berbagai cabang Indomaret.

“Berapa umurmu, 2 tahun (atau) 3 tahun (masuk) Indomaret dari adikmu. Yang tiga (kami) yang melanjutkan Colenak di generasi ketiga. Saya yang terbesar, dengan dua adik saya,” katanya kata warga laki-laki di Antapani.

Usaha kerasnya agar Colenak Murdi Putra dijual di berbagai supermarket dan minimarket membuahkan hasil. Menurutnya, Griya adalah supermarket terlaris untuk bisnis Colenak-nya.

Selain itu, Colenak Murdi Putra tidak mau ketinggalan secara teknis. Pasalnya, Mahmud dan keluarganya juga telah mendaftarkan Colenak Murdi Putra sebagai mitra restoran di aplikasi ojek online.

“Griya itu banyak, jadi kebanyakan penjualannya dari Griya. Kalau dijumlahkan semua cabang kakak beradik ini, Griya, Yogya, Borma, Indomaret, mungkin 800 (paket colenak dijual) per hari. Go-Jek Go-Food juga sudah tersedia sekarang,” kata Mahmud.

Sekarang Mahmud perlahan mewariskan toko kelontong legendaris ini kepada putranya. Dia yang masih memasok berbagai Colenaks ke supermarket yakin bisnisnya akan segera jatuh ke tangan putranya yang berusia sekitar 30 tahun.

“Ini yang saya kirim dekat, jauh dari anak saya, sama seperti daerah Cimahi. Ini akan segera memasuki generasi keempat. Anak-anak sekarang berusia 30-an,” katanya.

Mahmud meyakini Colenak kini bukan lagi makanan yang terus diburu masyarakat, melainkan sudah menjadi makanan khas. Karena dia melihat persepsi masyarakat terhadap Colenak ini tidak seistimewa dulu.

Meski begitu, ia tetap bangga dengan makanan khas Sunda ini. Colenak Murdi Putra pernah menerima Penghargaan Budaya Kota Bandung yang diserahkan oleh mendiang Wali Kota Bandung Oded M. Danial pada tahun 2018. Ia sangat bangga karena Colenak adalah satu-satunya makanan yang masuk 10 besar.

“Hari ini juga ada banyak makanan enak. Mungkin Konferensi Asia Afrika dulu memakan Colenak sendiri. Mungkin dulu Colenak spesial, sekarang masuk kategori speciality Bandung,” kata Mahmud.

Colenak Murdi Putra.Penghargaan untuk Colenak Murdi Putra. Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar

“Sebelum Pak Oded pergi satu-satunya makanan adalah Colenak yang menerima piala penghargaan. Dari 10 besar, makanannya hanya Colenak, yang lain seni, berbagai hal yang membawa nama kota Bandung ke atas, ”lanjutnya bangga.

Colenak sudah menjadi masakan khas Bandung dan sering dijual oleh orang lain. Mahmud mengaku tidak mau repot jika ada penjual Colenak lain yang juga menggunakan nama mendiang kakeknya sebagai merek dagang.

“Hanya ada (palsu) A. Ya, masing-masing melakukan Colenak, istilahnya mereka semua melakukan bisnis yang sama, ya tidak apa-apa (tidak ada), A,” katanya kepada wartawan.

Untuk terus melestarikan kuliner khas Bandung ini, Mahmud berpesan dan berharap agar pemerintah daerah dapat membantu mempromosikan berbagai makanan kuno yang sudah melegenda. Ia juga mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk membuat kawasan Kuliner Khas Bandung.

“Seharusnya pemerintah daerah juga ikut mempromosikannya, kan, sekarang sudah banyak yang kuno dan sudah tidak ada lagi. Saran saya kalau pemerintah daerah bisa membuat daerah, itu semua Bandung,” katanya.

“Dengan asumsi ada Colenak, Bajigur Bandrek harus diadakan. Tempat, tapi tempat parkir lumayan, (sistem bisa) sewa sesuka hati, intinya semua khas bandung disana, jadi istilah khas bandung tidak hilang-hilang. Yang bepergian dengan bus atau apa pun bisa parkir di sana,” pungkas Mahmud.

Colenak Murdi Putra sendiri dijual dalam tiga rasa yaitu Original, Nangka dan Durian. Setiap varian memiliki harga yang sama yaitu Rp 12.000. Colenak Murdi Putra di Ahmad Yani dapat dikunjungi setiap hari mulai pukul 06:30 hingga 20:00 WIB.

(bola/bola)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button