Citra Yogyakarta sebagai destinasi wisata pilihan, dibayangi kemiskinan warga, Sultan HB X menyiapkan dua strategi - WisataHits
Yogyakarta

Citra Yogyakarta sebagai destinasi wisata pilihan, dibayangi kemiskinan warga, Sultan HB X menyiapkan dua strategi

Citra Yogyakarta sebagai destinasi wisata pilihan, dibayangi kemiskinan warga, Sultan HB X menyiapkan dua strategi

TEMPO.CO, Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menyiapkan sederet strategi untuk menekan angka kemiskinan yang akhir-akhir ini seakan membayangi citra Yogya sebagai destinasi wisata pilihan. Strategi tersebut diungkap Sultan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menyebut DIY sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa per September 2022.

Suatu keadaan yang kontras dengan banyaknya destinasi wisata di Yogyakarta yang menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya.

Strategi pertama, Sultan HB X, membahas tentang bantuan sosial seumur hidup, khususnya untuk lansia atau lanjut usia di atas 60 tahun. “Bagi warga yang berusia di atas 60 tahun, pendidikannya hanya bisa sekolah dasar, tidak ada fasilitas dan tidak bisa bekerja, ya ditunjang kesejahteraan sampai meninggal dunia,” ujarnya Rabu, 25 Januari 2023.

Sultan mengatakan, strategi tersebut sudah dibicarakan dengan DPRD DIY untuk langkah pengalokasian anggaran, apakah bisa atau tidak. “Kalau (pengusulan bansos seumur hidup) bisa dilaksanakan dulu di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo,” kata sultan.

Berdasarkan pemetaan, kedua daerah ini memiliki kantong-kantong kemiskinan terbanyak. Menurut pemerintah daerah Yogyakarta, sekitar 3-4 persen penduduk termasuk dalam kategori miskin dan tidak mampu lagi bekerja, baik dari segi usia maupun modal.

Strategi kedua, Sultan menyasar warga kategori miskin yang masih berusia produktif, yakni masih bisa bekerja namun sumber dayanya sangat terbatas. Seolah-olah mereka tidak memiliki akses maupun modal.

Untuk kategori fakir tapi tidak jompo ini, sultan mengatakan bisa mencoba dibantu dengan mengerahkan aparat setempat agar bisa menggunakan tanah kas desa di wilayahnya masing-masing. Tanah kas desa bisa disewakan kepada kelompok usia produktif masyarakat miskin ini.

Adapun mekanisme persewaan tanah di kas desa, bisa jadi demikianHalaman rumah dari alokasi dana keistimewaan atau dana yang disalurkan oleh pemerintah daerah DIY sebesar Rp 1 miliar kepada setiap desa atau kelurahan. “Kalau (warga miskin usia kerja) tidak punya modal untuk menyewakan tanah tunai untuk dipakai, maka dana bisa (menutupi) itu,” kata sultan.

Sultan memutuskan bahwa strategi pengentasan kemiskinan di Yogyakarta yang notabene tergolong kawasan wisata tetap perlu dilakukan, meskipun survei BPS menunjukkan kondisi yang tidak layak melihat kemiskinan di Yogyakarta hanya mengubahnya menjadi (kondisi) di Yogyakarta,” ujarnya.

Anomali yang disebutkan Sultan adalah kebiasaan masyarakat Yogyakarta, khususnya di pedesaan. Biaya konsumsi masyarakat Yogya relatif rendah, namun bukan berarti mereka miskin harta seperti ternak.

Sultan mengilustrasikan kasus tersebut. Misalnya, standar biaya konsumsi untuk perbaikan rumah miskin adalah Rp 480.000 per bulan. Namun, ketika pemda mendapat tambahan Rp 100.000, tidak serta merta biaya belanja konsumen naik menjadi Rp 580.000.

“Kalau (tambahan bantuan pemda) Rp 100.000, tapi ternyata tidak digunakan untuk konsumsi tapi ditabung untuk barang lain, maka pengeluarannya tetap Rp 480.000 dan pada akhirnya tetap masuk kategori miskin’ kata sultan.

Perilaku atau kebiasaan warga yang berinvestasi dalam kepemilikan aset tersebut bukan merupakan indikator survei BPS dalam menghitung kemiskinan di Yogyakarta. Dengan keadaan seperti ini, kata Sultan, jumlah orang miskin tidak akan pernah berkurang karena kekayaannya tidak pernah dihitung.

Di sisi lain, biaya konsumsi masyarakat di Yogyakarta lebih rendah dibandingkan daerah lain, hal ini bisa jadi karena harga pangan yang masih relatif murah. Selain itu, dalam melihat kemiskinan, kata Sultan, tidak perlu hanya melihat persentase untuk menentukan peringkat. “Kemiskinan di Yogya sekitar 11 persen dari total penduduk 3,7 juta jiwa, hal ini tentu berbeda dengan Jawa Tengah yang (persentase) kemiskinannya terlihat lebih rendah atau sekitar 9 persen namun dari total populasi 36 juta jiwa,” kata sultan.

Baca juga: Kunjungan wisatawan tinggi, mengapa Yogyakarta menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa?

Selalu update informasi terbaru. Tonton breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di channel Telegram “http://tempo.co/”. klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button