Bukan pegas radiator - Solopos.com - WisataHits
Yogyakarta

Bukan pegas radiator – Solopos.com

Mereka khawatir jalan baru antar provinsi akan menenangkan daerah karena tidak ada pemudik antar daerah yang ingin melintas.

Selasa, 29 November 2022 – 08:20 WIB


Penulis:
R.Bambang Aris Sasangka

Editor: Ichwan Prasetyo | Solopos.com

Solopos.com, SOLO — film animasi disney lawas, mobil, bercerita tentang kota yang sepi dan padat mobil bernama Radiator Springs. Kota itu sepi karena ada jalan bebas hambatan yang tidak melewati kota. Lalu lintas antar negara bagian tidak lagi melayani kota. Semua orang memilih jalan baru, perjalanannya lebih cepat.

Kisah ini pernah dikutip oleh orang-orang yang meragukan pembangunan Tol Trans-Jawa secara besar-besaran. Mereka khawatir jalan baru antar provinsi akan menenangkan daerah karena tidak ada pemudik antar daerah yang ingin melintas. Mereka khawatir pendapatan daerah dari pariwisata atau gastronomi akan turun karena para pemudik melintas di jalan tol untuk mengejar kecepatan.

Nyatanya itu tidak terjadi. Pariwisata dan bisnis dikendalikan di banyak daerah oleh jaringan jalan tol, yang mempercepat waktu perjalanan. Contohnya kota Salatiga. Di kota kecil dan sekitarnya, berbagai restoran di segmen kelas atas telah tumbuh.

Di jalur Salatiga-Magelang, jalur pegunungan di lereng Gunung Merbabu, banyak bermunculan restoran kelas atas dengan harga makanan setara dengan restoran kelas atas di Semarang, Solo atau Jogja.

Pengunjung datang dari Semarang, Solo, Jogja, bahkan dari tempat yang lebih jauh seperti Jakarta atau Surabaya. Itu bisa dikenali dari plat nomor mobil yang diparkir. Anda dapat melakukan perjalanan antar daerah dan kemudian berhenti di restoran ini. Tentu ada juga yang datang dengan sadar untuk menikmati suasana dan sekitarnya.

Kedatangan Anda aman karena ada jalan tol. Perjalanan dilakukan melalui jalan raya lama, dan orang tidak dapat mencapai tempat yang jauh dengan cepat. Contoh lain adalah kebiasaan baru menggunakan jalan tol untuk menuju tempat wisata atau Belanja di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya.

Saat ini masyarakat di Kota Solo hanya membutuhkan waktu tiga hingga empat jam berkendara menuju Kota Surabaya melalui jalan tol. Dan sebaliknya. Berangkat pagi, tiba di Surabaya sore, dolan, Belanja di mall-mall di surabaya, makan siang, sore langsung pulang. Melalui jalan raya biasa terlihat jelas bahwa waktu hampir habis di jalan raya dan ketel gari entuk di tempat tujuan.

Urusan bisnis juga menjadi lebih cepat dan efisien. Seorang pengusaha mebel dan kerajinan di Soloraya yang perlu mencari bahan baku di tempat yang jauh seperti Jawa Barat atau Jawa Timur cukup menggunakan mobil, masuk ke jalan tol lalu mencari pintu keluar yang terdekat dengan kawasan yang telah ditentukan.

Mungkin daerahnya masih jauh dari pintu tol, mungkin bisa menambah satu atau dua jam lagi perjalanan. Dihitung dengan berkendara dari Solo melalui jalan tol, waktu tempuh dapat dihemat secara signifikan. Hal yang sama bisa terjadi di bandara yang baru dibangun atau direvitalisasi.

Masih banyak yang sepi. Tentu saja mengundang kritik dan rasa tidak percaya. Padahal, bandara-bandara tersebut merupakan ibu kota masa depan seiring terus berkembangnya angkutan massal. Bandar udara di daerah “domestik” seperti Purbalingga, Blora atau Jember merupakan sarana untuk mengefisienkan perjalanan dan jangkauan.

optimisme

Tentunya hal ini akan lebih cepat terjadi jika pemerintah daerah ingin bekerja sama menghidupkan kembali perjalanan menggunakan bandara di dalam atau di dekat wilayahnya. Bangun objek wisata yang mendorong kunjungan. Meningkatkan kinerja sentra industri lokal atau usaha kecil.

Ini adalah stimulus untuk kegiatan ekonomi, mengundang orang untuk datang karena alasan pariwisata atau bisnis. Hal ini sejalan dengan himbauan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dia meminta pemerintah daerah memberikan insentif untuk memulihkan penerbangan ke daerah.

Stimulus tersebut merupakan upaya kolaboratif pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga konektivitas udara di tengah pandemi Covid-19. Hal itu disampaikannya dalam rapat koordinasi Kelanjutan konektivitas transportasi udara dan dukungan pemerintah daerah di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Ada dua model dukungan masyarakat. Pertama, model nonstimulus, yaitu forum koordinasi pimpinan daerah dan seluruh pemangku kepentingan di daerah dan berkomitmen melakukan perjalanan udara.

Kedua, model stimulus (insentif), dimana pemerintah daerah mensubsidi biaya operasional pesawat dan menjamin sejumlah kursi akan terjual (blok kursi), sehingga maskapai ingin membuka pelayanan karena sudah ada jaminan okupansi pesawat.

Optimisme dan semangat mencari jalan dan solusi harus terus diperkuat. Meskipun banyak peringatan dan kekhawatiran tentang kondisi ekonomi global, terutama pada tahun 2023, para ahli mengatakan momentum ekonomi domestiklah yang berperan dalam menjaga kinerja ekonomi.

Kita harus menggunakan semua modal, seperti infrastruktur transportasi yang terus berkembang, untuk pengembangan ekonomi daerah dan nasional. Kami telah membuktikan bahwa Radiator Springs bukanlah hasil dari jalan tol. Jadi, mengapa kita tidak menunjukkan bersama bahwa pembangunan infrastruktur transportasi yang berbeda mendorong jenis pertumbuhan yang berbeda?

(Esai ini dimuat di Harian Solopos edisi 26 November 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group.)

Hanya untukmu

Inspiratif & informatif

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button