Yogyakarta

“Brajal”, Membangun Kembali Pemuda Marinir oleh Yogya Mataram

Healing Season Series – Resin, Media Campuran – 38x18x25cm – Stefanus Endry Pragusta – 2021. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Gudeg.net – “Sultan Agung dua kali menyerang VOC di Batavia dengan armadanya dan gagal ditangkap. Saya berpikir, seperti apa angkatan laut Mataram saat itu? Selama ini masyarakat mengetahui sepuluh brigade Keraton Yogyakarta, dan tidak satu pun dari sepuluh itu yang menyebutnya marinir,” kata seniman muda kelahiran Gunung Kidul Stefanus Endry Pragusta, biasa disapa Endru.

Dari berbagai perbincangan dengan rekan-rekannya, Endru memaknai kembali marinir Mataram di masa lalu dalam konteks masa kini, sehingga melahirkan karya Brajal. Sebuah visualisasi para pejuang laut Mataram saat ini yang berjuang bersama untuk masa depan dalam budaya bahari mereka di Laut Selatan.

Lahir dan besar di Tepus, Gunung Kidul, budaya Kejawen dan budaya pesisir menjadi keseharian Endru. Dari permasalahan sosio-ekologis sehari-hari yang melingkupinya, karya-karya Endru muncul sebagai pembacaan realitas, interpretasi dan kritik terhadap permasalahan yang ada.

Selama lima tahun terakhir, Endru telah menghasilkan banyak karya tiga dimensi pada berbagai mata pelajaran. Sebagian besar topik ini juga menjadi proyek penelitian tentang perkembangan fenomena atau realitas sosial-ekologis. Selain seniman, Endru tercatat sebagai guru di SMKN Tepus, Gunung Kidul.

“Selama kuliah, saya diinstruksikan untuk berkonsentrasi melukis sedangkan minat saya adalah patung. Ya itu … Aku hanya akan menjalaninya. Tapi saya masih dalam proses kreatif membuat karya tiga dimensi. Hingga karya tiga dimensi saya dikumpulkan dalam pameran oleh pematung Nyoman Nuarta dan dia memberi tahu atasan saya tentang karya itu, ”kata Endru, Minggu sore (14 Agustus) di Gudeg.net.

Selain Nyoman Nuarta, karya-karya Endru juga dikoleksi oleh seniman kawakan Aming Prayitno, influencer Ernanda Putra, dan beberapa kolektor dari Belanda, Malaysia, dan Filipina.

“Beberapa waktu lalu Iwan Yamin, seorang kolektor Belanda, mengoleksi karya dua dimensi saya.” Ditambahkan Endru.

Pada tahun 2018, Endru mengangkat realitas sosial masyarakat Gunung Kidul dalam pameran tunggal pertamanya yang bertajuk “Playstore”. Saat itu, dengan teknologi sederhana yang disematkan dalam karyanya, Endru mampu menggunakan ikon komunitas untuk melacak laju penetrasi investasi di industri pariwisata global, meski mungkin hanya soal memperebutkan remah-remah ekonomi yang berserakan. pertarungan pariwisata di Gunung Kidul.

Dalam banyak hal, apakah cukup aman menggunakan teknik sederhana untuk meningkatkan potensi Anda hanya untuk mengejar akselerasi? Bisakah masyarakat mengikuti? Atau justru diam-diam diremukkan dan dihilangkan di tengah hiruk pikuk industri pariwisata yang sedang berkembang? Pada titik ini, pembacaan ulang mungkin diperlukan. Sederhananya, Endru meningkatkan kesadaran bahwa Gunung Kidul, dengan segala potensi wisata alamnya, saat ini menjadi zona bermain dan bisnis bermain bagi semua orang.

Yogyakarta dalam membangun peradaban barunya (dalam program-program pembangunan masa depan) ditandai dengan strategi budaya: membalikkan paradigma dari “bawah Tani” menjadi “berdagang dengan layar”, yaitu menggeser pusat pertumbuhan ekonomi dari daratan Pantura ke pantai selatan (Pansela). dengan berkembangnya klaster – klaster industri kecil dan agribisnis di pedesaan, serta industri pariwisata bahari, perikanan, dan bahari di wilayah pesisir yang didukung oleh infrastruktur jalan Selatan-Selatan.

Paradigma dari “bawah Tani” menjadi “tukar layar” merupakan pilihan strategis yang harus diwujudkan. dari pembangunan berbasis darat hingga maritim, melalui eksplorasi, investigasi dan pengujian serta pengembangan keunggulan lokal (jenius lokal) berupa teknologi canggih dalam pembangunan Borobudur, misalnya. Akibatnya, Laut Selatan tidak lagi digunakan sebagai halaman belakang, tetapi sebagai bangunan depan.

Endru saat ini sedang mengerjakan proyek “Mencari Katak di Laut Jawa Selatan” bekerjasama dengan peneliti muda yang tertarik dengan sejarah nusantara, Bagas Setia Wicaksana, Ruang Melamun dan FFF Studio.

Pada awal masa jabatannya, Sultan Agung menyusun koreografi tari Bedhaya. Hal ini dilakukan untuk melegitimasi hubungan baik antara raja-raja Mataram yang diprakarsai oleh Panembahan Senopati dan Ratu Laut Kidul sebagai wanita sakti yang diyakini telah banyak membantu dalam kehidupan Mataram.

Munculnya koreografi tari Bedhaya Ketawang berarti Sultan Agung telah melakukan pengarsipan. Ia mengarsipkan sejarah pertempuran para pendahulunya, khususnya Panembahan Senopati. Selain itu, ia memerintahkan penyair istana untuk mencatat periode ini, yang dianggap sebagai kemenangan. Pengarsipan berarti menyimpan; Simpan; hidup; mendengus. CCerdik!

Kutipan di atas ditulis Bagas sebagai interpretasinya terhadap salah satu karya tiga dimensi berjudul Brajal dalam kain campuran resin 23cm x 20cm x 36cm karya Endru.

Menarik ketika Endru dalam karya Brajal mencoba merekonstruksi sejarah pelayaran di Mataram. Kesadaran sejarah tidak hanya untuk mengenang dan membekukan kejayaan masa lalu tetapi juga untuk memperjuangkan masa depan seperti visi yang disampaikan oleh Sri Sultan HB X “Dari Antara Tani Menuju Dagang Layar” yang dijawab oleh Bagas melalui bacaan dalam perspektif dan sudut pandang yang dapat berbeda.

Artikel ini juga melengkapi catatan karya Brajal yang saat ini dipajang di Sanggar KuWait, Pojok Ngasem, Universitas Widya, Mataram, hingga 2 September 2022.

Untuk kunjungan langsung terbatas harus mematuhi protokol kesehatan yang ada dan melakukan reservasi dengan menghubungi Kantor 3 Universitas Widya Mataram Yogyakarta terlebih dahulu untuk memastikan ketersediaan jam berkunjung.

Setelah Merayakan (serangkaian gambar).  (Foto: Endru)

Setelah Merayakan (serangkaian gambar). (Foto: Endru)



Tadah Asih Series – Media Campuran Pouster Resin – 19 x 28 x 37 cm – Stefanus Endry Pragusta – 2022. (Foto: Endru)



Brajal – Media Campuran Resin Pouster – 23 x 20 x 36 cm – Stefanus Endry Pragusta – 2022. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)


“Brajal” karya Stefanus Endry Pragusta dalam Pameran One Work Solo di Studio Kuunggu di Pojok Ngasem, UWM (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

Source: gudeg.net

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button