Bobung, Sentra Kerajinan Batik Kayu Harapan - WisataHits
Yogyakarta

Bobung, Sentra Kerajinan Batik Kayu Harapan

Rachman Tri Yusuf, seorang pengrajin ikat celup kayu

Dampak pandemi Covid-19 memang berdampak pada operasional bisnis, termasuk di sektor kerajinan topeng Bobung. Kawasan Padukuhan Bobung, Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DIY yang selama ini dikenal sebagai desa wisata kerajinan dan budaya dengan ikon kerajinan topeng selama puluhan tahun terdampak pandemi Covid-19.

Sebelum Covid, Bobung ramai karena tidak hanya kerajinan kayu tapi juga paket wisata yang menarik. Wisatawan tidak hanya dapat menikmati pengerjaan kayu, tetapi juga berpartisipasi dalam kerajinan tangan. Selain itu, mereka bisa belajar musik dan menari, serta menikmati wisata desa yang menambah perasaan. Pengrajin bisa mendapatkan hasil dari wisatawan yang datang yang membeli atau menikmati paket yang ditawarkan di desa liburan. Batik kayu Bobung telah merambah dunia. Pesanan masuk. keuntungan pengrajin.

Namun pada masa Covid desa Bobung hampir lumpuh, banyak pekerja yang harus di PHK dan banyak pengrajin topeng kemudian mengambil pekerjaan lain sebagai petani atau pekerjaan sambilan lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bobung terdiam. Lalu bagaimana kondisi Bobung sekarang setelah PPKM dibuka kembali dan status Covid sudah mulai menurun? Benarkah Bobung lumpuh, terpuruk bahkan disebut ‘mati’?

Agro Indonesia berkesempatan mengunjungi Desa Wisata Bobung dan mewawancarai Pak Rachman Tri Yusuf atau biasa disapa Pak Mantri, salah satu perajin Bobung yang menggeluti kerajinan kayu sejak tahun 1988 dan masih eksis hingga saat ini meski di masa pandemi. Sebagai seseorang yang pernah mengelola desa wisata, sebagai pemandu dan juga sebagai pengawas lapangan, Mantri tetap semangat dan bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali Bobung seperti semula.

Yang menarik dari woodworking, latar belakang pendidikan guru ayah. Kerajinan kayu ini sudah menjadi hobi saya sejak dulu. Saya suka bahwa ada sesuatu yang menarik tentang bekerja dengan kayu, itu adalah seni. Saya memiliki banyak waktu luang selama masa kuliah, saya juga menggunakan banyak waktu luang selama tesis saya, yang saya gunakan untuk merakit bahan kayu menjadi dekorasi. Saya ingat ada banyak orang yang menjual ramin di Lingkar Utara Yogya. Saya membuat dekorasi darinya. Saya juga berpameran di stand sekaten. Ternyata ada tetangga yang naksir mau beli berapapun, hiasan dinding dibeli seharga Rp 25.000. Itu pada tahun 1988, itu banyak uang dan sangat berarti bagi saya. Saya merasa bahwa pekerjaan saya dihargai. Jadi saya berkembang dengan banyak keterampilan manual. Dan masih berkembang sampai sekarang.

Lalu pilih Bobung? Ya, Bobung memang sudah dikenal sebagai sentra kerajinan kayu, khususnya batik topeng kayu. Saya tinggal bersama Pak Sujiman dan belajar banyak darinya. Dia adalah salah satu perintis di Bobung dan seperti orang tua saya. Dari situ saya belajar teknik kerajinan tangan. Dan juga mulai menggunakan alat bantu, mesin.

Dan apakah Anda puas dengan hasilnya? Kalau soal hasil, bisa dilihat dari berbagai sudut, ya secara materi, akhirnya saya bisa membeli tanah dan membangun rumah. Di atas dasar tidak berwujud ada keterampilan yang tumbuh, kita dapat berkembang dan mengembangkan imajinasi kita untuk menciptakan karya yang lebih baik. Karena membuat kerajinan seperti itu bukan hanya keterampilan, tetapi juga nilai seni yang meningkat.

Berapa banyak pekerjaan yang telah Anda lakukan sejauh ini? Itu banyak, saya tidak bisa menghitung karena saya sudah melakukan ini sejak 1988 dan saya juga tidak merekam apa pun. Namun ada rencana ke depan untuk merekamnya agar yang datang atau memesan bisa melihat contohnya. Tidak banyak contoh di sini. Karena terkadang pesanan selesai, dikirim atau diambil.

Jenis pekerjaan yang mana? Topeng kayu batik, kompor, souvenir seperti gantungan kunci, tempat tisu, laci, nampan, patung kecil hingga besar, nama jalan, meja makan, tempat pedang, bahkan miniatur pesawat terbang, set gamelan dan rumah joglo. Ada alat untuk manula, misalnya memotong bawang, mencuci pakaian. Ada karya yang seluruhnya terbuat dari kayu, namun ada juga komponen unik yaitu besi dan kayu. Banyak. Dan terkadang yang memesan membawa foto sendiri, kita bisa mengambilnya.

Apakah Bobung selalu menjadi topeng? Ya, itulah ikonnya. Topengnya juga tidak tradisional, tapi ada motif batiknya. Sekarang inovasi produk. Setelah gempa, situasi sebelumnya berubah. Begitu pemerintah mengeluarkan dana berupa peralatan, masyarakat yang dulunya manual beralih ke mekanik, mesin. Selain masker, banyak jenis produk lain yang dibuat.

Jika sebulan bisa menghasilkan berapa banyak karya? 2 minggu sudah sekitar 60 produk yang saya buat. Sebulan sekitar 120 produk.

Apakah sebelum covid atau pasca covid? Kondisi normal sebelum covid. Saya melakukannya sendiri karena saya bekerja sendiri dari awal. Jika pesanannya tidak terlalu banyak, saya bisa meneruskannya ke teman. Jika tidak banyak orang yang masuk di tahun ke-3 Covis Road, 1-2 seperti itu. Kondisi ini berlaku untuk semua orang.

Lantas benarkah Bobung lumpuh saat Covid dan kendaraannya sekarat? Sebenarnya tidak benar dikatakan mati, pengrajin selalu bekerja. Bobung sebagai desa wisata, berikut paket wisatanya. Dengan Covid, apalagi kontak dengan orang luar, hanya sebatas kontak dengan orang tersayang. Tentu saja Bobung sepi karena tidak ada tamu turis. Tetapi mengatakan bahwa Bobung meninggal tidaklah benar karena masih ada pekerjaan. Produk masker hampir habis semua, tapi produk lain masih ada, meski tidak sebanyak dulu sebelum Covid. Dan kami akui banyak penurunan. Pesanan juga dibatalkan. Tapi masih ada produk, ada pabrik karena ada inovasi baru. Jika Anda ingin menjaga pesanan, ada strategi.

Strateginya? Ada 2 hal. Jika produksi biasanya hanya topeng, pada saat patung-patung Covid sudah benar-benar berhenti. Namun jika produk tersebut berfungsi selama masa covid dengan melihat situasi dan kondisi produk seperti apa yang dibuat selama masa covid yang berfungsi. Pertama, banyak orang di rumah seperti saya membuat produk untuk ponsel, untuk yang di kantor atau di rumah, saya membuat semacam alat yang mereka anggap aman, pengait pintu. Atau produk lain selain masker. Jadi selama Covid saya masih bisa bekerja dan punya masukan. bahkan orang bertanya-tanya apakah saya masih bekerja dan berpenghasilan. Jadi ada bedanya jika mereka tetap tradisional dengan topeng, itu sangat buruk karena mereka hanya mengandalkan itu. Namun jika Anda terbiasa membuat inovasi baru, Anda bisa bertahan meski ada Covid. Itulah strateginya.

Bagaimana dengan Bobung saat ini? Beberapa bulan terakhir sudah mulai naik. Barang sudah banyak yang rilis, baru-baru ini ada teman yang membawanya ke Magelang. Produk saya sendiri yang rutin ke Pasar Ngasem Yogya selalu ada.

Dimana pasar? Bisa dibilang karya saya sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Ada direct message, ada juga message, lalu dilempar lagi. Tapi jika ekspor Saya tidak pernah secara langsung. Terlalu rumit untukku. Juga, jika pesannya banyak dan waktu terbatas, ada kriteria khusus yang saya tidak bisa karena saya banyak bekerja sendiri. Tapi yang dibeli untuk saya mungkin juga dibuang.

Masalah atau hambatan bagi pengrajin atau pengrajin? Relatif. Saya melihat ikonnya. Pertama-tama agak susah keringnya kalau hujan, apalagi di musim hujan saya kesulitan dengan bahan baku, harus kering. Soal modal, tergantung orangnya. Bisa juga mengolah sampah, tidak perlu mengeluarkan modal disini untuk membeli sampah, luar biasa. Bahan baku berlimpah di sini, jangan khawatir tentang bahan baku. Yang kedua adalah peralatannya. Tingkat kecelakaan lebih tinggi. Bulan ini saja, 5-6 orang terluka di lokasi yang berbeda.

harapan untuk masa depan? Kami ingin pemerintah memberikan solusi agar para perajin kembali seperti sebelum adanya Covid. Bagaimana membantu pemasaran. Pangsa pasarnya sangat menjanjikan. Bisa untuk mempromosikan pasar atau mendatangkan Bayer. Dan kedua, ketika pemerintah memberikan bantuan, ada tindak lanjut, ada tindak lanjut, jangan sampai, ada panduan.

visi dan Misi? Visi saya adalah agar ikon Bobung tidak mati sebagai pusat industri kerajinan topeng dan budaya. Misi kembali. Mari kita bangun bersama, mengetahui bahwa kemarin adalah pelajaran kita untuk bangkit kembali. Sebelum Covid kami menginginkan segalanya, kami mampu membeli tanah. Sekarang sulit bagi kita untuk menjual real estate, bahkan banyak yang terlilit hutang. Jadi harus bangun lagi. *** Anna Zulfiyah

Source: agroindonesia.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button