Belajar dan peluang bisnis dari budidaya maggot di Banyumas - WisataHits
Yogyakarta

Belajar dan peluang bisnis dari budidaya maggot di Banyumas

Banyumas (ANTARA) – Bagi sebagian besar orang, sampah rumah tangga mungkin menjadi sesuatu yang menjijikkan karena berbau tidak sedap dan mengundang gerombolan lalat.

Namun bagi Arky Gilang Wahab (36), sampah rumah tangga, khususnya sampah organik, justru menjadi berkah dan membuat namanya semakin dikenal berkat penangkaran maggot.

Didorong oleh kepeduliannya terhadap lingkungan, lulusan insinyur geodesi dan rekan-rekannya mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM) pada 2018 untuk membersihkan sampah organik di kampung halamannya di Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.

Sejak saat itu Arky mulai mencoba membiakkan belatung (larva lalat) atau dasi kupu-kupu tentara hitam/BSF (Hermetia illucens L.) dengan mendaur ulang sampah organik yang ia kelola bersama rekan-rekannya.

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) 2009 ini juga meneliti formulasi maggot yang cocok untuk makanan ikan dan hewan peliharaan tertentu.

Setelah penelitian dilakukan, Arky mulai menghidupkan kembali kelompok pembudidaya ikan di desa Banjaranyar sebagai pengguna maggot produksi KSM untuk pengelolaan sampah organik.

Selain itu, kompos dari penampungan sampah organik KSM Desa Banjaranyar juga digunakan sebagai pupuk organik bagi kelompok tani setempat.

Meski telah berhasil membuang sampah organik di desanya dengan menumbuhkan belatung, langkah Arky tidak berhenti sampai di situ karena terus berupaya membantu menyelesaikan permasalahan sampah di desa-desa lain di Kabupaten Banyuma.

Keseriusan dan kegigihannya dalam pengelolaan sampah melalui budidaya maggot telah mengantarkan Arky Gilang meraih Penghargaan Lingkungan Hidup Tingkat Nasional Satu Indonesia tahun 2021.

Apresiasi ini menambah kepercayaan Arky dari Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk terlibat dalam pengelolaan sampah di kawasan yang memiliki total potensi sampah kurang lebih 150 ton per hari.

Ia juga terlibat dalam pengelolaan sampah di sejumlah tempat pengelolaan sampah terpadu mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang (TPST 3R) dan Tempat Penyimpanan (TPA) di Kabupaten Banyumas.

Pihaknya sudah menyiapkan mitra pengelolaan sampah di Kabupaten/Kota Tegal, Kabupaten/Kota Pekalongan, Kabupaten Klaten, Kabupaten/Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten/Kota Magelang, dan Kabupaten Gunungkidul.

“Ada yang baru memulai, ada yang masih kecil, ada yang bisa berkembang, tahapannya berbeda-beda,” kata Arky.

Dalam waktu dekat, dia juga diberi amanah pembuangan sampah di beberapa tempat wisata, termasuk Taman Safari Indonesia. Ia juga membangun pabrik pengolahan sampah di Kota Depok, Jawa Barat.

Arky mengakui, pengakuan yang diterimanya atas Penghargaan Satu Indonesia 2021 memberikan citra positif terhadap kegiatan pengelolaan sampah dan budidaya maggot yang digelutinya selama ini.

Ia sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai acara diskusi dari berbagai pihak.

produksi belatung

Mengenai volume sampah yang dia kelola di luar TPST 3R dan TPA, Arky mengatakan, dulu rata-rata hanya 10 ton per hari, sekarang menjadi 30 ton per hari, khusus untuk wilayah Banyumas.

Kalau dulu hanya mampu menghasilkan sekitar 5 kwintal maggot basah (larva hidup) per hari, kini menjadi 15 kwintal maggot basah per hari atau setara dengan 45 ton per bulan yang sebagian diproduksi sebagai maggot kering.

Namun, produksi maggot tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang permintaannya tinggi.

Dalam hal ini, Arky mencontohkan industri yang membutuhkan pasokan maggot 30 ton per bulan, namun pihaknya hanya mampu memasok 4 ton per bulan. Sedangkan industri lain membutuhkan 60 ton per bulan namun hanya memasok 2 ton.

Diakuinya, saat ini ada empat industri yang belum bisa dipasok sesuai kebutuhan. Kalaupun dihitung, kata dia, ada yang kebutuhannya mencapai 300 ton per bulan, namun lunas yang dipasok masih sedikit.

Tingginya permintaan maggot dari berbagai industri diawali dengan trial and error ketika bekerja sama dengan akademisi dari beberapa universitas yang menggeluti budidaya maggot.

Hingga akhirnya beberapa kalangan industri mencoba menggunakan maggot produksi Arky. Setelah uji coba berhasil, ada permintaan, tetapi tidak bisa memenuhi semua kebutuhan industri.

Dengan demikian, permintaan maggot dapat dipenuhi sesuai dengan kapasitas produksi yang ada.

Untuk itu ia mengembangkan mitra bagi peternak maggot di luar wilayah Banyumas untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi.

Hal ini sejalan dengan semangat One Indonesia yaitu semangat berbagi dengan mitra pembuangan sampah di berbagai daerah di pulau Jawa, meskipun ingin mitranya tersebar di seluruh Indonesia.

Salah satu mitra yang telah melakukan kegiatan pasca panen dan penjemuran berada di Pekalongan dan Semarang.

Ia juga berencana membuka usaha industri kecil seperti UMKM untuk kegiatan pasca panen bagi mitra peternak maggot di beberapa bidang pada akhir Januari 2023. “Target kami 10 poin,” kata Arky.

Sebagai wujud komitmennya dalam menyelesaikan permasalahan sampah, pihaknya juga telah menyiapkan aplikasi untuk mempublikasikan jumlah sampah di setiap daerah yang telah berhasil diselesaikan melalui program kemitraan.

Hal ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas amanah yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan sampah di masyarakat.

Kini Arky berkomitmen untuk terus fokus pada pengelolaan sampah. Bahkan, ia mengaku saat ini berada dalam posisi minoritas untuk beberapa kegiatan yang sebelumnya ia tekuni.

Dalam pengelolaan sampah, sedikit perhatian bisa menjadi “bom waktu”. Jika sampah tidak siap hari ini, volumenya akan meningkat keesokan harinya.

Padahal, orang yang sangat pantas menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa adalah para pengelola sampah, terutama mereka yang setiap hari harus mengumpulkan sampah di rumah-rumah warga.

Para pemulung harus menghadapi risiko penyakit dan bau tak sedap yang ditimbulkan oleh sampah tersebut.

Namun, rumah tangga penghasil sampah ini, yang sebenarnya membayar retribusi sekitar Rp 30.000 per bulan, atau rata-rata Rp 1.000 per hari, sering kali sangat kesal karena sampahnya terlambat diambil.

Meski demikian, para pemulung dengan senang hati melakukan tugasnya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas sampah.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button