Begini cara pasar seni Indonesia berkembang seiring meredanya pandemi - WisataHits
Yogyakarta

Begini cara pasar seni Indonesia berkembang seiring meredanya pandemi

Dengan meredanya pandemi Covid-19, pasar seni rupa di Indonesia mulai bergerak. Setidaknya ada rangkaian perayaan seni yang menjadi pertanda ekosistem mulai tumbuh setelah sempat lesu akibat pagebluk.

Sebagai informasi, menurut The Global Art Market pada tahun 2021 oleh Art Basel & UBS Report, total penjualan karya seni dan barang antik di seluruh dunia akan mencapai US$65,1 miliar pada tahun 2021. Jumlah itu meningkat 29 persen dari tahun 2020.

Meski belum ada laporan penjualan karya seni tertentu, namun kemajuan seni rupa Indonesia setidaknya ditandai dengan beberapa agenda seni rupa yang telah digelar. Pada April 2022, Art Jakarta Gardens akan berlangsung secara offline di Jakarta untuk pertama kalinya. Acara tersebut melibatkan 20 galeri seni dan sedikitnya 100 seniman.

Baca juga: Di pasar seni, NFT berpotensi mengganggu lanskap aset digital

Artjog 2021 sebelumnya juga digelar secara online. pameran tentang subjek Waktu (untuk) bertanya-tanya Ini menunjukkan karya 41 seniman. Tahun ini Artjog akhirnya kembali digelar secara offline, mulai tanggal 7 hingga 4 September 2022 di Jogja National Museum, Yogyakarta. Sebanyak 150-200 karya seni ditampilkan dalam pameran tersebut.

Agenda seni rupa internasional terbaru, Art Jakarta, juga berlangsung akhir pekan lalu, 26-28 Agustus 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta. Tahun ini, Art Jakarta menghadirkan tak kurang dari 62 galeri baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand.

Kuss Indarto mengatakan, para seniman kini mulai menyambut euforia memamerkan karya mereka di ruang publik pasca pandemi. Namun, respon masyarakat, khususnya kolektor berupa euforia apresiasi transaksional, dinilai masih minim.

Kuss berpendapat bahwa sebagian besar kolektor memiliki sistem pengetahuan yang baik tentang seni rupa, sehingga mereka cenderung selektif dalam memilih karya yang umumnya duduk di agenda seni tertentu dan dianggap penting dan bergengsi.

“Misalnya mereka jalan-jalan ke Artjog dan Art Jakarta atau ke pameran-pameran tertentu yang dikemas dengan sangat baik baik dari segi kuratorial maupun publisitas. Itu yang akan dipilih kolektor,” jelasnya.

 


Dengan meredanya pandemi, kata Kuss, para kolektor kini juga mulai berburu karya seni. Setidaknya itu terlihat dalam pameran Bangkit Berkarya Lagi yang digagas seniman Butet Kartaradjasa di Yogyakarta, kata Kuss.

Menariknya, pameran tersebut menjual karya-karya seniman seperti Djoko Pekik, Kartika Affandi, Nasirun, Putu Sutawijaya, Jumaldi Alfi, Eko Nugroho, Ivan Sagita dan Suwarno Wisetrotomo dengan harga puncak Rp 5 juta.

“Saya dengar transaksi yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir bisa mencapai Rp 500 juta, untuk karya maksimal Rp 5 juta, dan itu mempengaruhi ratusan seniman dan itu menarik,” kata Kuss.

Menurutnya, fenomena seni rupa yang muncul di Yogyakarta merupakan pertanda bahwa apresiasi transaksional melalui agenda-agenda seni rupa sudah mulai menjangkau banyak kolektor lama dan baru.

Ia juga merasa agenda seperti ini bisa menjadi acuan untuk memberikan tempat bagi kolektor kelas menengah untuk membeli karya seni sehingga apresiasi transaksional di pasar seni bisa terus masif.

Pasalnya, Kuss menilai pertumbuhan jumlah seniman visual di Indonesia tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah kolektor itu sendiri. Hal ini mengakibatkan banyak art diary yang masih minim transaksi penjualan karya.

“Jadi ekosistem seni rupa di Indonesia belum bergerak dan berkembang karena ketidakseimbangan aspek pendukungnya. Artisnya banyak, kolektornya masih terbatas, sedangkan artis pendukungnya belum banyak bergerak,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Kuss mengatakan pemerintah juga harus hadir untuk membantu membangun ekosistem seni rupa Indonesia yang baik. Tidak hanya sekedar membuat pameran, tetapi juga bagaimana mendekatkan karya seni ke publik. “Itulah agenda proyek-proyek besar yang harus dilakukan terus menerus,” tambahnya.

 

yaitu

Suasana Pameran di Art Jakarta 2022 (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Di sisi lain, pemilik galeri CG Artspace Christiana Gouw mengatakan meski terkena dampak pandemi Covid-19, penjualan seni rupa di Indonesia tetap berjalan meski tidak sepenting sebelum pandemi. Terutama untuk karya-karya seniman yang sudah memiliki reputasi kuat di mata kolektor.

Bahkan, ia memperhitungkan, pada masa pembatasan aktivitas beberapa waktu lalu, tak sedikit masyarakat yang membelanjakan uangnya untuk membeli karya seni guna kepentingan investasi. Jadi dalam dua tahun terakhir, siapa nama aslinya [seniman] bagus, masih dijual. Sebenarnya banyak terjual habis,” dia berkata.

Di sisi lain, menurut Christiana, banyak orang saat ini menghabiskan lebih banyak uang untuk bepergian daripada membeli karya seni. Sebagai pemilik galeri, ia mengakui penjualan karya seni saat ini lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Dalam wawancara terpisah, pemilik Tonyraka Art Gallery Tony Hartawan mengatakan seni rupa Indonesia masih terus berkembang, salah satunya ditandai dengan bermunculannya banyak kolektor muda.

Pemahamannya tentang seni dan keberaniannya untuk mengoleksi karya seni juga turut andil dalam hal ini. Menurut Toni, saat ini cukup banyak kolektor yang mengoleksi karya karena didorong oleh kebutuhan akan seni itu sendiri.

“Orang biasa mengoleksi karena Bergengsi, hanya investasi. Sekarang jika Anda dapat menggabungkannya dengan cinta dan kegembiraan,” dia berkata.

Di Bali khususnya, Tony merasa di masa pandemi banyak galeri yang kembali beroperasi, dibarengi dengan agenda kesenian yang terus digelar. Hal ini berdampak positif bagi seniman Bali karena jumlah karya yang terjual meningkat. “Saya melihat banyak artis menuai hasil di masa pandemi ini,” katanya.

Selain itu, ia merasa dengan dibukanya kembali pariwisata di Bali pasca pandemi, banyak kolektor yang mencari karya seni dari wisatawan lokal maupun mancanegara.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Berita Google)

Penerbit : Nirmala Aninda

Source: hypeabis.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button