Bandara Banyuwangi berdampingan dengan karya arsitektur terbaik di dunia - WisataHits
Jawa Timur

Bandara Banyuwangi berdampingan dengan karya arsitektur terbaik di dunia

Atap Bandara Banyuwangi dibangun oleh arsitek Andra Matin dengan konsep green building.

Desain interior terminal Bandara Banyuwangi menampilkan sekat minimal dengan dinding kisi-kisi yang terbuat dari kayu ulin bekas kapal untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari. Berfungsi tidak hanya sebagai infrastruktur pendukung, tetapi juga sebagai daya tarik wisata.

SIGIT HARIYADI-DEDY JUMHARDIYANTO, Banyuwangi

BANDARA Banyuwangi bukan hanya salah satu mesin ekonomi masyarakat. Namun juga menjadi salah satu bukti bahwa pesatnya pembangunan kabupaten di ujung timur pulau Jawa ini telah tercapai tanpa mengorbankan akar budaya masyarakatnya.

Terletak di Desa/Kecamatan Blimbingsari, bandara ini masuk dalam peringkat 20 besar bangunan dengan arsitektur terbaik dunia dalam ajang Aga Khan Awards for Architecture (AKAA) 2022. Bandara hijau pertama di Indonesia ini bersaing dengan 19 karya arsitektur lainnya di 16 negara.

Terminal bandara yang dibangun oleh pemerintah kabupaten bekerja sama dengan arsitek Andra Matin ini tidak hanya menarik perhatian dunia karena desainnya yang berbentuk ikat kepala suku Udeng alias Osing. Namun juga karena bangunannya mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan (Green Building).

Andra Matin adalah seorang arsitek kebanggaan nasional, dinobatkan sebagai salah satu dari 101 arsitek paling aktif di dunia dalam Direktori Arsitektur Wallpaper versi 2007. Andra juga merupakan desainer dari Le Bo ye Graphic dan Gedung Dua8 di Jakarta dan Conrad Chapel di Bali.

Konsep green building terlihat pada atap terminal yang dilengkapi tanaman, pelindung air dan sunroof yang memberikan cahaya alami di siang hari. Atap bangunan juga menunjukkan pemisahan yang jelas antara terminal keberangkatan dan terminal kedatangan.

Bupati Ipuk Fiestiandani mengatakan Bandara Banyuwangi meningkatkan perekonomian masyarakat dengan akses yang lebih mudah dari dan ke Banyuwangi. “Ini akan berujung pada peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan di kabupaten yang kita cintai bersama ini,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Aga Khan Awards for Architecture adalah penghargaan tertua di dunia arsitektur, yang diadakan setiap tiga tahun. Karya-karya yang dinominasikan tidak hanya menunjukkan keunggulan arsitektural. Namun juga sesuai dengan aspirasi budaya, mendukung pelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Penghargaan ini tidak hanya untuk para arsitek, tetapi juga para pembangun, pedagang dan semua orang yang terlibat yang memainkan peran penting dalam realisasi proyek. Ke-20 karya arsitektur tersebut antara lain Menara Angin Wafra (Kuwait), Gedung Pengadilan Tulkarm (Palestina), Rehabilitasi Piring Terbang (Uni Emirat Arab) dan Le Jardin d’Afrique (Tunisia).

Bandara Banyuwangi kini memiliki penerbangan komersial. Sebelum pandemi Covid-19, jalur udara Banyuwangi-Jakarta (PP), Banyuwangi-Surabaya (PP) dan Banyuwangi-Denpasar dibuka.

Setelah memasuki masa pandemi, jadwal penerbangan di Banyuwangi menjadi tidak menentu. Namun, dengan meredanya Covid-19, rute penerbangan Jakarta-Banyuwangi PP akan tetap beroperasi seperti semula mulai 13 Desember 2021.

“Bandara Blimbingsari tidak hanya sebagai penunjang infrastruktur, tetapi juga sebagai daya tarik wisata dan pengungkit perekonomian Banyuwangi,” kata Executive General Manager (EGM) PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Banyuwangi Indrawansyah melalui Pj Manager Operation, Service, dan Pemeliharaan Perananta Sembiring.

Bandara Banyuwangi adalah pintu masuk dan tempat pamer kecil suku Osing, penduduk asli kabupaten di Jawa Timur. Oleh karena itu, secara khusus dirancang untuk mempertimbangkan potensi budaya lokal. Bandara ini dilengkapi dengan 12 konter check-in untuk mengantisipasi perkembangan sepuluh tahun ke depan dengan empat maskapai yang beroperasi. Garuda Indonesia, Batik Air, Citilink dan Susi Air.

Bangunan terminal bandara tanpa eskalator. Sistem pencahayaan mengandalkan sinar matahari dengan memecah kaca samping. Sirkulasi penerangan berupa atap yang memungkinkan cahaya masuk ke dalam ruangan.

“Dimensi runway saat ini adalah panjang 2.450 meter, lebar 45 meter, dan tebal perkerasan nomor klasifikasi (PCN) 56. Dengan klasifikasi ini, landasan pacu bandara dapat menampung pesawat 737-900 ER,” katanya.

Konsep arsitektur green airport diakui oleh Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR. BKSAP menilai konsep terminal Arsitektur Hijau yang saat ini sedang dibangun sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan.

Dirancang oleh arsitek Andra Matin, bangunan ini juga dimaksudkan untuk mengutamakan penggunaan energi seefisien mungkin, karena meminimalkan penggunaan AC dan penerangan di siang hari.

Sekretaris Pemerintah Banyuwangi Mujiono mengatakan desain bangunan terminal bandara memenuhi enam kriteria green building. Yaitu penggunaan lahan yang tepat, efisiensi energi, penghematan air, kenyamanan udara, siklus material dan pengelolaan lingkungan.

Andra juga menggunakan konsep desain pasif yang lebih mengandalkan tata ruang daripada penggunaan perangkat canggih untuk mengurangi konsumsi energi. Siapapun yang memasuki area bandara akan disambut oleh bangunan hijau berlantai dua dengan atap rerumputan.

“Dilihat dari atas atau samping, model terminalnya mirip udeng, tutup kepala khas banyuwangi,” kata Mujiono.

Lebih khusus lagi, asosiasi bahan bangunan bandara juga banyak menggunakan bahan daur ulang dengan menggunakan kayu ulin dari kapal dan dermaga.

Unit pendingin udara dan bahan kaca hampir tidak pernah digunakan di bandara. Sebaliknya, desain interior bangunan terminal minimal berukuran besar dengan dinding yang terbuat dari kisi-kisi kayu ulin. Ini memastikan bahwa sirkulasi udara berjalan lancar dan sinar matahari dapat menembus tanpa hambatan. “Ini mengurangi penggunaan cahaya. Keberadaan empat kolam ikan di lantai dasar juga berpengaruh besar terhadap suhu ruangan karena dapat menurunkan tekanan udara,” kata Sekda Mujiono.

Saat memasuki terminal, semua kursi penumpang dilengkapi dengan kursi kayu minimalis. Dilengkapi dengan stop kontak yang tersembunyi rapi di antara kursi, memberikan kesan dekat dengan alam.

Atap bangunan terminal bandara berbentuk tutup kepala suku Osing, udeng. Kehadirannya tidak hanya representasi budaya lokal, tetapi juga memungkinkan sinar matahari untuk menyaring melalui Wuwungan. Alhasil, ruang utama tetap terang di siang hari meski tanpa lampu.

Untuk meredam radiasi matahari, ada juga tanaman hias bernama Li Quan yew, atau air terjun, di luar bandara. Atapnya ditutupi rumput gajah mini yang selaras dengan tanaman pakis, pohon pule dan rumput yang membentang di sekitar bandara.

“Bahan lain yang digunakan adalah batu lempengan asli Banyuwangi untuk melapisi dinding kayu ulin tadi. Teralis dan ornamen bangunannya terbuat dari kayu jati yang menampilkan dekorasi khas Banyuwangi, Gajah Oling,” jelas Mujiono. (*/aif/c7/ttg)

Source: news.batampos.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button