Bamsoet mengingatkan bahwa Indonesia membutuhkan PPHN untuk bersiap menghadapi ancaman krisis - WisataHits
Yogyakarta

Bamsoet mengingatkan bahwa Indonesia membutuhkan PPHN untuk bersiap menghadapi ancaman krisis

INFORMASI NASIONAL – Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo kembali menegaskan pentingnya menghadirkan roadmap atau kebijakan negara untuk menjaga keberlanjutan pembangunan jangka panjang.

Bamsoet juga mengingatkan bahwa kita harus siap menghadapi ancaman krisis global di depan mata yang akan menghambat upaya pemulihan ekonomi kita akibat pandemi COVID-19 yang menggerus daya beli masyarakat, menambah pengangguran suka tidak suka. telah melumpuhkan banyak industri, termasuk UKM.

“Kesalahan terbesar kita dalam menghadapi ancaman krisis adalah kita sering tidak sadar dan sering gagal mengantisipasi dan mempersiapkan jaring pengaman secara terpadu dan komprehensif,” kata Bamsoet.

Bamsoet menambahkan, instruksi Presiden Joko Widodo ini jelas bahwa semua pihak yang terlibat harus mampu memperkuat rasa krisis, sehingga diharapkan masyarakat Indonesia lebih siap menghadapi krisis apa pun.

“Jadi Presiden Jokowi berkali-kali mengatakan bahwa rasa krisisnya sedang diperkuat, sehingga kita menjadi sensitif ketika indikator yang ada bergerak ke arah itu, dan pada saat yang sama kita juga bergerak ke arah upaya manajemen krisis. bertahan,” ujarnya.

Adapun Wacana Penguraian Pokok-Pokok Kebijakan Negara (PPHN) yang digulirkan di MPR RI, Bamsoet mengatakan itu bukanlah wacana yang tiba-tiba muncul entah dari mana dan di luar konteks. Dalam dua masa jabatan (periode 2009-2014 dan 2014-2019), MPR RI mengeluarkan dua Ketetapan MPR RI yang secara umum merekomendasikan pengembangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Pertama, Ketetapan MPR No. 4/MPR/2014, yang menetapkan bahwa untuk mewujudkan kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan daerah, perlu dirumuskan kembali sistem perencanaan pembangunan yang tepat guna yang berorientasi pada demokrasi dan kesejahteraan rakyat diperlukan.

Kedua, Ketetapan MPR Nomor 8/MPR/2019 merekomendasikan agar MPR periode 2019-2024 mengkaji ulang isi dan bentuk hukum asas-asas pokok politik negara, termasuk membuat konsensus politik dalam menentukan bentuk hukum.

“Dua rekomendasi tersebut lahir sebagai jawaban atas aspirasi masyarakat yang menginginkan sistem pembangunan berkelanjutan jangka panjang dengan model GBHN, yang didukung oleh forum akademik (Forum Rektor dan LIPI), organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan dan organisasi keagamaan, antara lain, ” kata Bamsoet dalam wawancara khusus dengan program VIVA News “The Interview” di Jakarta, Sabtu 30 Juli 2022.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komite III DPR RI Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan itu menyatakan, berdasarkan hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI, bahwa hukum yang paling ideal bentuk PPHN adalah Ketetapan MPR.

Tidak diatur dalam UUD karena akan sulit melakukan perubahan yang mencerminkan dinamika zaman. Secara undang-undang, karena pimpinan negara harus memiliki landasan hukum yang kuat, mengajukan uji materi atau “dibimbing” oleh PERPPU tidaklah mudah.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Penegakan Hukum, Hubungan Pertahanan dan Keamanan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menyatakan, Badan Peninjau MPR RI telah bekerja selama kurang lebih 2 tahun 9 bulan sejak dibentuk pada Oktober 2019 hingga Pertemuan diskusi, diskusi, seminar, diskusi kelompok terfokus, inisiasi usaha masyarakat dan kerjasama dengan universitas.

Selain itu, para pakar, praktisi, dan ilmuwan juga terlibat, yang akan mempresentasikan laporan hasil kajiannya kepada ketua MPR dan ketua kelompok/kelompok parlemen DPD pada 25 Juli. Menurut pendapat Badan Pengkajian MPR, PPHN idealnya dimasukkan ke dalam TAP MPR melalui amandemen terbatas.

Namun, mengingat momentum politik yang berkembang, amandemen konstitusi yang terbatas sulit untuk diterapkan, sehingga disepakati bahwa PPHN akan diperkenalkan tanpa amandemen UUD 1945, tetapi akan berusaha melakukannya melalui Konvensi Konstitusi.

“Penerapan konvensi ketatanegaraan merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan negara demokrasi. Konvensi merupakan acuan hukum yang tumbuh dalam praktik ketatanegaraan dalam rangka melengkapi, menyempurnakan, merevitalisasi aturan hukum perundang-undangan atau hukum tata negara adat.

Misalnya Wakil Ketua Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua FKPPI menambahkan Kongres, pidato tahunan (kenegaraan) Presiden setiap 16 Agustus, yang tidak diatur oleh UUD tetapi sudah dilakukan sejak era Orde Baru.

Tradisi ini akhirnya diformalkan dalam UU MD3. Demikian pula Sidang Tahunan MPR yang tidak diatur oleh Undang-Undang Dasar dan tidak diwajibkan oleh undang-undang tetapi harus diambil karena mendesak, akhirnya menjadi Majelis Konstituante.

Gagasan menghadirkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan juga disampaikan dalam rapat konsultasi antara pengurus MPR dengan Presiden pada 14 Juli 2022 dan diteruskan ke MPR secara penuh oleh Presiden Jokowi.

“Dengan kesepakatan dalam konvensi ketatanegaraan, yang akan mengikuti pembentukan panitia ad hoc, dan pengambilan keputusan pada rapat paripurna MPR RI pada awal September, kami berharap dapat menyelesaikan rekomendasi MPR tentang PPHN, dua periode keanggotaan MPR di belakang. dia,” katanya.

Source: nasional.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button