Awalnya peduli sampah, sekarang gencarkan literasi masyarakat • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Awalnya peduli sampah, sekarang gencarkan literasi masyarakat • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Masalah sampah yang sering dibuang sembarangan ke Sungai Oya mengkhawatirkan Strong. Untuk menyadarkan masyarakat akan pengaruh lingkungan, pria berusia 44 tahun ini kemudian menggagas platform literasi. Tepat di bawah jembatan itu disebut Jembatan Pendidikan Siluk. Naik turunnya perintisan gerakan ini dikuasai oleh Strong. Berikut ceritanya.

Ivan Nurvanto, Radar Jogja, Bantul.

Cuaca cerah terasa di kawasan Selopamioro, Imogiri, Bantul kemarin (2/8) siang. Ada juga Jembatan Siluk yang megah yang terletak di seberang Sungai Oya, lebih dikenal sebagai Sungai Oyo. Sebagai penghubung antara wilayah Imogiri dengan wilayah lainnya seperti Kapanewon Dlingo dan Pundong.

Sayangnya, dulu kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Sehingga Jembatan Siluk sering menjadi tempat pembuangan sampah. Baik dari masyarakat sekitar maupun dari orang yang lewat di jembatan tersebut. Sampah yang dibuang ke sungai juga bervariasi. Mulai dari sampah rumah tangga, plastik, hingga sampah medis seperti jarum suntik.

Kondisi inilah yang menginspirasi Strong dan kawan-kawan untuk mendirikan Jembatan Pendidikan Siluk pada tahun 2016. Sebuah gerakan yang bertujuan untuk melindungi lingkungan Sungai Oya. Awalnya, gerakan dimulai dengan memasang spanduk larangan membuang sampah sembarangan dan memasang jaring sungai. Sayangnya, upaya tersebut tidak efektif. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai. “Dulu, spanduk yang dipasang sering dicuri dan dicuri. Kemudian jaring pengaman sampah juga akan dipotong,” kata Strong saat dihantam Radar Jogja kemarin.

Hampir menyerah, Strong ingat bahwa temannya ingin menyumbangkan 2.000 buku saat itu. Tawaran itu diterima dan pekerjaan dimulai untuk mendirikan taman baca di bawah jembatan. Awalnya hanya sedikit anak yang tertarik membaca.

Karena membaca itu membosankan, Strong juga membuka kelas menggambar dan melukis untuk anak-anak. Tidak sulit, karena Strong lulusan seni lukis, ia kemudian membuka kursus menggambar dan melukis untuk anak-anak. Sebagai imbalannya, gerakan tersebut akhirnya diminati dan dinilai positif oleh masyarakat sekitar Selopamioro. Banyak orang tua yang kemudian membawa anaknya belajar membaca dan melukis bersama mereka di Jembatan Pendidikan Siluk.

Selain kegiatan tersebut, gerakan tersebut juga memberikan edukasi kepada anak-anak dan orang tua tentang pentingnya menjaga lingkungan sungai. Dampaknya cukup signifikan karena jumlah sampah yang dibuang ke sungai berkurang drastis. Selain pelatihan, Strong juga memberikan pemahaman bagaimana mengolah limbah sungai agar bisa dijual. “Dengan hasil penjualan sampah, kami meningkatkan pendapatan masyarakat dan membiayai operasional taman bacaan,” jelasnya.

Pasang surut berhasil diatasi oleh pengelola Jembatan Pendidikan Siluk. Pasalnya, pada 2017 lalu, koleksi buku yang tersimpan di rak-rak di bawah jembatan tersapu badai Cempaka. Namun tidak lama kemudian, gerakan tersebut kembali aktif dengan berbagai misi pendidikan masyarakatnya.
Kemudian, pada tahun 2020, gerakan Jembatan Pendidikan Siluk mendapat perhatian BUMN melalui program tanggung jawab sosialnya. Dengan bantuan dana hibah, lokasi taman bacaan yang dulunya berada di bawah jembatan, dipindahkan ke bangunan nyata sekitar 100 meter dari lokasi sebelumnya.

Saat ini selain kelas membaca dan melukis, Jembatan Edukasi Siluk juga menawarkan kelas menari, kelas les, kelas desain grafis untuk remaja dan senam untuk ibu-ibu setiap Minggu pagi, jelas Strong. Dalam menjalankan berbagai kursus tersebut, Strong juga dibantu oleh para relawan yang berasal dari mahasiswa dari berbagai universitas di Jogjakarta.

Untuk melanjutkan pengoperasian Jembatan Pendidikan Siluk, manajemen terus mencari sumber pendapatan lain. Seperti toko barang kaos, mendirikan kafe untuk menjelajahi Sungai Oya. Sehingga masyarakat dapat terus mengakses Jembatan Pendidikan Siluk secara gratis. Koleksi buku saat ini telah mencapai 4.000 buah. (Tidak)

Source: radarjogja.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button