Asal Usul Kampung Kauman Yogyakarta Tempat Lahir KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah - WisataHits
Yogyakarta

Asal Usul Kampung Kauman Yogyakarta Tempat Lahir KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah

TEMPO.CO, jakarta – Kiai Haji Ahmad Dahlan atau KH Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 1 Agustus 1886 di Desa Kauman, Yogyakarta. Selain secara historis dianggap sebagai tempat kelahiran Pahlawan Kebangkitan Nasional, Desa Kauman telah ditetapkan sebagai Desa Wisata oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta. Bagaimana sejarah Kampung Kauman?

Kauman adalah sebuah desa di Desa Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Lokasinya berada di sebelah selatan Malioboro dan sebelah utara Keraton Nyayogyakarta. Bagian timur desa dibatasi oleh Jalan Pekapalan dan Jalan Pangurakan sedangkan sebelah barat dibatasi oleh Jalan Nyai Ahmad Dahlan atau yang dulu dikenal dengan Jalan Gerjen. Sedangkan bagian utara dan selatan masing-masing dibatasi oleh Jalan KHA Dahlan dan tembok benteng Keraton Yogyakarta. Dibutuhkan hanya 10 menit berjalan kaki dari Keraton Yogyakarta. Sedangkan jika berjalan kaki dari Jalan Malioboro membutuhkan waktu sekitar 15 menit.

Asal usul desa Kauman

Mengutip buku KH Ahmad Dahlan (1868 – 1923) oleh Nur Khozin dan Isnudi, asal muasal Kampung Kauman berkaitan dengan sejarah Kesultanan Yogyakarta yang didirikan berdasarkan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian yang ditandatangani Gubernur Nicollas Hartigh ini menjadi salah satu perpecahan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Tujuannya adalah untuk melemahkan pengaruh dan otoritas pemimpin lokal.

Berdasarkan Perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi bergelar Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdurakhman Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Sultan Hamengku Buwono I yang merupakan seorang arsitek pada saat itu merancang dan membangun sistem tata kota Kesultanan Yogyakarta. Pada tanggal 7 Oktober 1756, Sultan Hamengku Buwono mulai menduduki keraton dan menjadikannya pusat kegiatan masyarakat.

Menurut dokter Universitas Gadjah Mada Sidik Jatmika dalam bukunya Kauman: Muhammadiyah Undercover (2010), desa-desa di pinggiran benteng keraton itu kemudian diberi nama unik. Nama ini sesuai dengan profesi mayoritas warganya. Sedangkan desa-desa di sekitar keraton dikelompokkan menjadi dua wilayah berdasarkan letaknya, yaitu Benteng Njeron dan Benteng Njaban. Benteng Njeron merupakan kawasan di dalam kompleks keraton sedangkan Benteng Njaban merupakan kawasan di luar keraton.

desa di wilayah benteng adalah kediaman para abdi dalem. Abdi Dalem adalah orang yang mengurus urusan sehari-hari rumah tangga keraton. Sedangkan Desa Njaban dihuni oleh masyarakat lain yang terbentang dari Tugu sampai Panggung Krapyak. Desa Kauman terletak di kawasan Benteng Njeron. Disebut Kauman karena penduduk desa ini adalah abdi dalem yang ditugaskan oleh Sultan untuk mengurus urusan agama seperti dikutip dari buku Sejarah Kauman: Mengungkap Identitas Kampung Muhammadiyah (2010) karya Ahmad Adaby Darban. Nama Kauman berasal dari bahasa Arab, qoimmuddin, yang berarti “pelaksana agama”.

Keberadaan Kampung Kauman dilatarbelakangi oleh pembangunan Masjid Gedhe Kauman di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 29 Mei 1773. Bersamaan dengan selesainya pembangunan masjid, Sri Sultan Hamengku Buwono I menunjuk abdi dalem untuk menghidupkan kembali kegiatan di masjid. Abdi Dalem ini memegang jabatan keagamaan dan menerima tanah dari Sultan, sebagaimana dicatat oleh Guillaume Frédéric Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa Kajian Sejarah Islam di Indonesia pada Awal Abad Kedua Puluh (1987).

Ayah Ahmad Dahlan, Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman, adalah salah satu abdi dalem Kesultanan Yogyakarta. Ia bertugas sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, bergiliran dengan khatib lainnya menyampaikan khutbah Jumat. Ahmad Dahlan kecil, yang kemudian dipanggil Muhammad Darwis, dibesarkan langsung oleh orang tuanya di lingkungan keluarga di Kampung Kauman ini. Muhammad Darwis mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan sebelum pulang ke tanah air setelah menunaikan ibadah haji dan lima tahun menuntut ilmu di Mekkah.

Kini Kampung Kauman ditetapkan sebagai desa wisata. Desa ini dianggap sebagai satu-satunya desa wisata yang berbasis agama Islam. Kampung Kauman memiliki nilai sejarah syiar Islam, terutama seiring berdirinya organisasi Islam Muhammadiyah di Yogyakarta, seperti dikutip dari laman tourism.jogjakota.go.id.

Salah satu bangunan yang wajib dikunjungi saat berkunjung ke Desa Kauman adalah Masjid Gedhe Kauman Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dibangun sejak tahun 1773.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: Gerakan Perempuan Nyi Ahmad Dahlan Dimulai di Sopo Tresno di Desa Kauman

Source: travel.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button