Asa di gang Braga | BandungMobile.id - WisataHits
Jawa Barat

Asa di gang Braga | BandungMobile.id

BandungMobile.idHiruk pikuk kendaraan yang melintas di Jalan Braga tak digubris oleh anak-anak yang sibuk menggambar payung cantik di trotoar. Mereka duduk di sana, terkadang bersila, lalu berkedip. Sesekali mereka berfoto dengan kamera ponsel, lalu asyik meracik cat air.

Kegiatan ini merupakan bagian dari festival ArtBraga di Bandung, 29 Oktober 2022. Aksi melukis payung Geulis dan tas gendong Kegiatan ini melibatkan sekitar 94 anak yang sebagian besar berasal dari Kampung Braga, Desa Braga, sebuah pemukiman padat di balik bangunan art deco di kawasan wisata kota tua.

Suasana riuh dan penuh warna di kawasan Braga sepertinya tak pernah berhenti. Dari fajar hingga senja, penduduk dan turis berduyun-duyun ke lingkungan bergaya Eropa tahun 1930-an ini. Bangunan Art Deco dan surga belanja, terutama kuliner, selalu menjadi daya tarik utama Braga. Tak berlebihan jika Braga selalu memiliki julukan De meest Europeesche winkelstraat oleh Indie atau kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda.

Di sisi barat Jalan Braga, tepat di sebelah Toko Djawa atau di seberang restoran legendaris Braga Permai, terdapat gang kuno bernama Gang Apandi. Gang yang terletak di Desa Braga, Kecamatan Sumur Bandung ini terdiri dari dua bangunan budaya-sejarah kelas A bergaya art deco dua lantai yang terletak di sisi kanan dan kiri gang. Artinya, gang ini tidak boleh dihilangkan atau dalam hal renovasi kecil harus seminimal mungkin dan tidak kehilangan bentuk aslinya.

Setelah Gang Apandi, kontur jalan menurun cukup curam, sehingga terdapat undakan di sisi kiri gang agar lebih aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Dinding dengan mural penyanyi Ivan Fals mengarah ke lembah dengan pemandangan rumah-rumah padat penduduk.

Banyak warga yang bekerja sebagai pedagang terutama sembako, ada yang berjualan di pasar elektronik Cikapundung, pedagang di sekitar Alun-alun Bandung, pedagang onderdil di Banceuy dan pedagang di Jalan Braga. Beberapa adalah seniman dan penjual lukisan di Jalan Braga.

Data BPS Kota Bandung dengan update terakhir tanggal 25 Juni 2020 menunjukkan Desa Braga berpenduduk 6.080 jiwa, dengan kelompok usia 10-14 tahun memiliki jumlah penduduk terbanyak. Jumlah penduduk terbanyak berdasarkan kelompok umur lainnya berada pada rentang umur 15-55 tahun.

Di penghujung tahun 2022, di tengah ancaman perlambatan ekonomi global (resesi), nampaknya warga bisa memanfaatkan momentum Festival ArtBraga sebagai ajang untuk memamerkan produk-produk lokal Kampung Braga atau Kampung Gang Apandi. Momen ini sepertinya ingin mengukuhkan Braga sebagai ikon kawasan wisata seni, belanja, dan kuliner yang hanya ada di Bandung.

“Tapi sebaiknya panitia memberikan secara cuma-cuma atau memberikan harga yang murah untuk sewa booth nanti di festival untuk warga Gang Apandi. Mah. Jangan disamakan dengan warga di luar Braga yang modalnya banyak, kami ingin itu dan semua pengunjung disuruh masuk ke desa agar bisa berbelanja di outlet kami,” kata beberapa ibu yang terlibat dalam revitalisasi festival ArtBraga.

Suasana di desa ini cukup nyaman dan tenang. Jauh dari hingar bingar kawasan Jalan Braga. Meski jaraknya hanya beberapa puluh meter. Jalanan desa cukup bersih dan asri, di beberapa sudut desa warga sengaja menanam berbagai tanaman, termasuk pohon buah-buahan.

Ada area umum di mana penduduk melakukan aktivitas pagi dan sore hari. Daerah ini terdiri dari reruntuhan rumah yang telah dihancurkan ketika proyek real estate direncanakan. Namun, proyek tersebut tidak terwujud, dan pada akhirnya warga setempat membersihkan sisa-sisa puing dan mengecatnya dengan cat cerah agar tidak terlihat rusak.

Kerusuhan sebelumnya meletus ketika pengembang properti di Braga mencoba menutup Gang Apandi pada 2019. Beberapa rumah juga dibongkar. Warga sekitar menolak karena gang ini merupakan akses penting bagi mobilitas warga dan jalur evakuasi tercepat menuju jalan raya. Selain itu, lorong di mulut gang jelas merupakan bagian dari cagar budaya.

Kawasan Kampung Braga dengan akses Gang Apandi ini disebut-sebut sudah ada sebelum bangunan art deco Braga dibangun. Artinya sudah ada pemukiman di lembah di tepian Sungai Cikapundung. Sampai saat ini ada beberapa versi asal kata Braga.

Kuncen Bandung Haryoto Kunto mengatakan bahwa Braga berasal dari kata ngabar raga atau memperlihatkan badannya (gaya). Versi lain mengatakan bahwa Braga berasal dari kata bahasa Sunda baraga, yang berarti semacam jalan di tepi sungai. Hal ini mungkin merujuk pada keberadaan Kampung Gang Apandi.

Soedarsono Katam tidak sependapat, menurutnya grup musik Toneel Vereniging Braga yang didirikan pada Juni 1882 oleh Asisten Residen Priangan Pieter Sijthoff di Karrenweg atau Jalan Pedati (sebutan jalan Braga saat itu) turut memperpanjang julukan jalan Braga.

Selain soal nama jalan, sangat menarik saat kita menyusuri gang-gang di sekitar Kampung Braga. Dari Gang Apandi Blusukan, telusuri pemukiman padat penduduk di sepanjang Sungai Cikapundung dan lewati area jembatan, tepat di sekitar kios yang menjual ban dan suku cadang sepeda roda empat. Atau berjalan menyusuri gang sampai Anda melihat Banceuy dan pasar elektronik Cikarundung. Sebuah jembatan kecil di atas Sungai Cikapundung memisahkan desa-desa tersebut.

Saat ini sangat sedikit yang tersisa dari bekas kawasan desa di Gang Apandi. Pada zaman Hindia Belanda, kawasan utama desa ini menjadi tempat berdirinya Hotel Kedaton sekarang. Desa ini membentang ke selatan kira-kira di seberang restoran Braga Permai. Lambat laun kawasan desa itu tergerus oleh waktu. Penyusutan wilayah pertama kali terjadi sekitar tahun 1938 ketika dibangun Jembatan Ciakpugung, sebuah jembatan kereta api yang melintasi Sungai Cikapundung di sebelah barat desa ini.

Penyusutan Desa Apandi berlanjut saat Hotel Kedaton dibangun. Masih belum selesai, sebagian kawasan Apandi Village kemudian hilang lagi dengan dibangunnya kompleks hotel dan pusat perbelanjaan Braga City Walk yang juga menempati lokasi bekas pabrik perakitan mobil Mercedez Fuchs & Rens, hanya menyisakan bekas showroom di Jalan Braga. Sebagian besar bangunan di area aula pertemuan telah runtuh, menggantikan Braga City Walk.

Naik turun, pamor Braga terus mengikuti perkembangan zaman. Setelah dinobatkan sebagai kawasan wisata paling prestisius di Hindia Belanda, memudar pada pergantian milenium karena beberapa bangunan cagar budaya berganti menjadi hotel dan apartemen.

Dan kini mulai kembali dikenal sebagai kawasan wisata art deco dan kuliner yang sangat khas Bandung, dimana warga Kampung Braga di Gang Apandi sangat berharap bisa terlibat, baik dari penyelenggara pemerintah maupun swasta. raih peluang bisnis di setiap event atau festival yang berlangsung untuk meningkatkan perekonomian yang dikelilingi oleh pariwisata dan seni.

Jangan berbagi Braga dengan desa-desa pemukiman pedalaman di sisi barat menuju lembah sungai Cikapundung dan Europeschewijk seperti dulu, atau pemukiman Eropa di sisi timur; ketika penduduk desa hanya menjadi penonton kemegahan pusat mode dan kuliner termegah di Hindia Belanda itu.

Teks dan foto: Prima Mulia

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button