Aparatur Sipil Negara “Optimalisasi Fungsi Lembaga Adat Osing Bayuwangi” - WisataHits
Jawa Timur

Aparatur Sipil Negara “Optimalisasi Fungsi Lembaga Adat Osing Bayuwangi”

Pengabdian masyarakat hukum adat oleh beberapa fakultas hukum di Indonesia (Foto: IST)

telusur.co.id – Kerjasama Fakultas Hukum, Universitas Sahid Jakarta, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Jember, Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang, Fakultas Hukum, Universitas Sang Bumi Juwa Ruwai Bandar Lampung dan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA ), terpeliharanya Common Law Community Program Layanan.

Mengacu pada daerah Banyuwangi sebagai venue, pasal tersebut menyebutkan bahwa Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang gencar mengembangkan pariwisata karena memiliki potensi budaya yang sangat kaya. Selain itu, lokasi kawasan yang berdekatan dengan pulau Bali menawarkan peluang pengembangan pariwisata yang lebih maju.

Melalui konsep ewisata bersama Pengembangan pariwisata secara konsisten mengedepankan potensi alam dan budaya. Salah satu potensi unggulannya adalah budaya Osing yang ada di Desa Kemiren, dimana masyarakatnya sangat taat dan patuh terhadap nilai-nilai budaya Osing dalam menjaga kelestariannya.

Budaya Osing sudah ada sejak lama dan masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kemiren sebagai ciptaan yang indah dan murni, tetapi juga dinamis, agar tidak hilang dari pengaruh budaya Barat yang dianggap lebih modern.

Budaya Kemiren sangat unik dan memiliki daya tarik yang besar dengan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan suku bangsa lain di Jawa Timur, sehingga menjadi daya tarik bagi potensi wisata seni/budaya, alam dan buatan.

Budaya Osing telah mengalami banyak perubahan agar tetap bertahan, yang dulunya hanya menjadi bagian dari adat istiadat masyarakat Osing kini sudah dikemas dengan baik sehingga menjadi daya tarik wisata untuk dinikmati dan ditemukan berguna dalam kehidupan manusia bisa. Budaya Osing telah masuk dalam agenda tahunan kegiatan pariwisata Kabupaten Banyuwangi untuk dijual dan dinikmati wisatawan.

Perubahan tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, namun tidak terlepas dari peran pemerintah yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata bekerjasama dengan masyarakat dan pihak swasta. Banyak aktor, termasuk pemerintah, individu, dan masyarakat dan dunia, bekerja keras untuk mempertahankan budaya.

Budaya Osing yang masuk dalam agenda pariwisata dan pembentukan desa wisata budaya Osing diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian kotamadya Osing, khususnya yang berada di sekitar desa wisata budaya yaitu kotamadya Osing di Desa Kemiren-Desa.

Kenyataannya, penyelenggaraan desa wisata budaya Osing tidak melibatkan penduduk asli Osing di desa Kemiren. Kepala budaya masyarakat Osing di Desa Kemiren yang biasa disapa Kang Pur ini mengatakan, pengelolaan desa wisata budaya Osing di Desa Kemiren sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat Osing.

Pemerintah daerah memprioritaskan investor agar masyarakat Osing khususnya yang berada di Desa Kemiren tidak akan terpengaruh secara signifikan dengan keberadaan Desa Wisata Budaya Osing. Bahkan keinginan masyarakat Osing Desa Kemiren telah mengusulkan pembangunan miniatur Desa Kemiren, namun hingga saat ini belum terealisasi. Kang Pur juga mengungkapkan keprihatinannya tentang dikeluarkannya masyarakat Osing di desa Kemiren dari pemerintahan desa budaya. Ia khawatir budaya yang ditampilkan di desa tidak dipresentasikan oleh masyarakat Osing, sehingga pentingnya budaya desa yang disajikan kepada wisatawan akan terhapus.

Purnawan D. Negara, SH, MH yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang mengungkapkan keprihatinan yang dirasakannya saat itu. Suku Aborigin Osing tersebar di wilayah yang sangat luas dan memiliki kearifan lokal yang sangat baik tentang keberadaan lingkungan. Dalam penataan dan pengelolaan sumber daya alam, tidak hanya faktor fisik dan ekonomi yang harus diperhatikan, tetapi juga aspek sosial budaya lokal, terutama keunikan nilai budaya lokal (kearifan lokal) harus menjadi faktor yang tidak boleh dikesampingkan.

Untuk itu, penataan ruang dalam hal ini pengembangan sektor pariwisata harus memperhatikan kelestarian sumber daya lokal, termasuk masyarakat hukum adat, yang haknya harus dilindungi dan diakui agar adat yang dibangun oleh masyarakat hukum adat tetap lestari.

Bentuk perlindungan ini antara lain meliputi penetapan prioritas PADIATAPA. PADIATAPA terdiri dari empat unsur kumulatif. Bebas, mengacu pada keadaan bebas tanpa paksaan. Ini berarti bahwa kesepakatan hanya dimungkinkan atas dasar keputusan masyarakat; Sebelum proyek atau kegiatan tertentu (terutama pariwisata) disetujui oleh pemerintah, mereka harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pemerintah kota; Informasi yang terinformasi, terbuka dan luas tentang proyek yang akan dilaksanakan, baik sebab maupun akibat; dan Persetujuan, persetujuan yang diberikan oleh komunitas itu sendiri.

Lembaga adat adalah penyelenggara hukum adat dan adat istiadat yang berfungsi untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat hukum adat. Lembaga common law merupakan bagian dari masyarakat common law yang masih hidup dan berfungsi sesuai dengan kedudukan dan perannya.

Dominikus Rato, SH, MSi, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember (UNEJ), menekankan bahwa lembaga adat sangat penting untuk menyampaikan aspirasi masyarakat adat kepada pemerintah. Peran masyarakat adat melalui lembaga adat sangat diperlukan untuk mewujudkan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat Osing.

Pengalaman tahun 2016 terjadi ketika draf Perda yang telah disusun dan diajukan ke DPRD pada awalnya untuk perlindungan dan pengakuan masyarakat adat Osing, namun berubah wajah menjadi Ordonansi Pelestarian Budaya Banyuwangi, tanpa memuat apapun tentang masyarakat adat Osing. Osing.

Saat ini, UNEJ sedang mempersiapkan rancangan peraturan daerah dan naskah akademik untuk melindungi dan mengakui Masyarakat Adat Osing. Masyarakat Osing perlu dilibatkan, yang perlu dipelajari dan dipahami dengan seksama agar desain Perda dapat mewakili masyarakat Osing.

Lembaga common law memiliki tanggung jawab antara lain memfasilitasi pendapat atau aspirasi masyarakat common law kepada pemerintah desa dan lokal; menengahi penyelesaian sengketa di dalam dan/atau antar masyarakat common law dan mengambil keputusan tentang penyelesaian sengketa common law; Dalam menjalankan tugasnya, Lembaga Adat memiliki kewenangan untuk mengelola hak dan kekayaan masyarakat hukum adat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat hukum adat; mewakili kepentingan masyarakat hukum adat dalam hubungan di luar wilayah adat; dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan komunitas hukum adat

Pada masyarakat adat Osing, keberadaan budaya dan kearifan lokal menjadi program unggulan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata. Nasib Desa Kemiren menjadi desa wisata otomatis akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Osing.

Dampaknya adalah gaya perilaku wisatawan. Perubahan struktur masyarakat Osing. Dan perubahan aspek ekonomi masyarakat Osing

Perubahan Masyarakat Adat Osing di atas harus segera disikapi agar perubahan tersebut tidak merusak budaya lokal Masyarakat Adat Osing itu sendiri. Lembaga Adat sebagai penyelenggara hukum adat memiliki tugas yang berat agar dampak desa wisata yang didirikan Kabupaten Banyuwangi tidak berdampak pada terkikisnya budaya masyarakat Osing itu sendiri.

Lembaga adat juga harus memperjuangkan Desa Wisata Budaya Osing untuk melibatkan masyarakat adat Osing agar apa yang disuguhkan kepada wisatawan tetap terjaga dan menghadirkan makna budaya.

Isu strategis yang dapat diperjuangkan masyarakat adat Osing melalui lembaga adatnya adalah penguatan peraturan perundang-undangan untuk penataan kampung adat, percepatan pembangunan kampung adat secara terpadu,

Penguatan kelembagaan adat, pengelolaan sumber daya berbasis kebiasaan untuk pembangunan desa, dan akumulasi pengetahuan kekuatan kebiasaan di pedesaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, tindakan yang diharapkan adalah penyusunan tata kelola minimal oleh pemerintah pemerintah Banyuwangi tentang lembaga adat dan pemberdayaan masyarakat desa adat. Penetapan desa wisata oleh pemerintah daerah harus mampu secara signifikan meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri. Eksploitasi wisata budaya harus tetap menjunjung tinggi pelestarian budaya lokal suku Indian Osing.

Kota Osing harus menjadi subjek pengembangan pariwisata di wilayahnya, yang berarti bahwa Kota Osing memiliki kekuasaan penuh atas pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya melalui lembaga adatnya.

Kegiatan amal ini diikuti oleh 31 perwakilan masyarakat Adat Osing yang tersebar di 11 desa.

Dalam kegiatan sosialisasi optimalisasi fungsi kelembagaan umum di Kota Osing Banyuwangi tersebut, Prof.DR.Dominikus Rato,SH,MSi, Dr. St Laksanto Utomo, SH, MHum, Dr. Purnawan D.Negara, SH, MH dan Dr. Lenny Nadriana, SH, MH. (Pah)

Source: telusur.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button