Jawa Barat

Amukan Cikapundung melumpuhkan Bandung

bandung

Sungai Cikapundung telah berubah penampilannya. Dahulu sungai ini merupakan sumber kehidupan. Saksikan kisah cinta seorang selebriti Bandung yang menjadi sumber penghasilan warga bantaran sungai.

Sekarang Sungai Cikamundung tidak sama. Kejernihan air semakin memudar. Kisah romantis dan keharmonisan hubungan antara manusia dan sungai seakan sirna. Sungai Cikapundung tidak pernah sama.

Sungai Cikapundung tak hanya bercerita manis. Sungai yang membelah Bandung ini rupanya membuat Bandung tegang. Air sungai meluap dan menggenangi pemukiman di Kota Bandung.

Algemeen handelsblad untuk kliping koran Nederlandsch-IndieAlgemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië Kliping koran Foto: delpher.nl

Laporan banjir Sungai Cikapundung ini pernah dimuat dalam surat kabar lama bernama Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië terbitan 2 Februari 1928, menyebutkan bahwa aliran Sungai Cikapundung sangat besar dan sejumlah perabot terbawa. Penyebabnya adalah hujan deras yang terus menerus.

“Bandung sudah lama mengalami banjir yang tidak diketahui ukuran dan ketinggiannya. Untuk menggambarkan besarnya aliran, berikut penjelasannya. Di ngarai antara Villapark dan Lembangweg, terdapat jembatan gantung bambu di seberang sungai, kandang kuda , jembatan angkat memanjang, tugas berat, dan tahan lama ini sekarang telah hancur total,” tulis Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, seperti dikutip detikJabar, Kamis (29/12/2022).

Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië melaporkan bahwa sawah tergenang air. Rumah-rumah di permukiman terendam arus, dan beberapa di antaranya dilaporkan rusak dan roboh. Koran ini melaporkan banyak warga Bandung yang berusaha menyelamatkan diri saat itu.

“Warga melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi karena ketakutan. Orang-orang melarikan diri dari semua rumah desa di sepanjang Engelbert van Bevervoordeweg (sekarang Jalan Wastukecana), Merdika Lio (Tamansari), Bragaweg (Jalan Braga) dan menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan,” tulis Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indien.

Kliping koran Bataviaasch nieuwsbladKliping koran Bataviaasch nieuwsblad Foto: delpher.nl

Koran lama ini menggambarkan kondisi air yang menerjang pemukiman warga, berwarna coklat dan kotor. Tingginya sampai lutut. Printer mencoba melindungi mesin mereka dari kerusakan air. Tidak sedikit rumah yang rusak.

“Belum bisa dipastikan berapa kerugian akibat banjir. Kehancuran pertama akan terlihat jelas di siang bolong. Lagi-lagi banjir besar pertama di Tjikapoendoeng dalam delapan tahun,” tulis koran tua itu di paragraf terakhirnya.

Kutipan terakhir menunjukkan bahwa Sungai Cikapundung banjir delapan tahun yang lalu atau 1920.

Tidak hanya Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, surat kabar lain juga menulis laporan serupa. Salah satunya adalah Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie. Bahkan, surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie melaporkan ada korban.

Seorang pria setempat berusia 25 tahun hilang di desa Tjidotong, yang terbawa arus deras, menurut saksi mata. Jenazahnya baru ditemukan tadi pagi (sesudah banjir) di dekat Desa Tjidurian, sekitar 3 km dari Tjidjotong. Kerugian material belum bisa ditaksir‘ tulis koran itu.

Kemudian, 12 tahun setelah banjir 1928, beberapa surat kabar lama di Bandung juga menulis laporan banjir karena Sungai Cikapundung jebol. Bataviaasch nieuwsblad, terbitan 19 Maret 2940, melaporkan bahwa hujan deras menyebabkan Sungai Cikapundung meluap. Air naik ke permukaan hingga lima meter di bawah level normal. Banjir dilaporkan lebih parah dari sebelumnya.

Banyak desa di sepanjang tepiannya terendam banjir. Warga harus mengarungi air setinggi dada. Meski beberapa rumah roboh dan banyak perabot hancur, tidak ada kecelakaan diri. Tingkat Tjikapoendung (cikapundung) belum setinggi ini sejak zaman dahulu”, tulis Bataviaasch nieuwsblad.

Sementara itu, sehari setelah Bataviaasch nieuwsblad, laporan yang sama diterbitkan oleh pejabat Arnhemsche. Surat kabar ini melaporkan bahwa ketinggian air Sungai Cikapundung terus naik setiap jam, bahkan dilaporkan naik satu meter setiap jam.

Sebelumnya, Ariyono Wahyu Didjajadi, aktivis komunitas Aleutian Bandung, mengatakan Sungai Cikarundung merupakan sumber kehidupan masyarakat Bandung. Airnya masih jernih, cukup banyak warga yang berenang, menggunakan sungai untuk toilet dan mencuci pakaian.

Pria yang akrab disapa Kang Alex itu juga menjelaskan, kualitas air sungai perlahan-lahan menurun. Namun, pada tahun 1980-an masih ada orang yang berenang.
“Sampai tahun 1980-an, warga setempat masih berenang di sini, dan beberapa teman saya juga berenang. Ya, meskipun kualitas airnya menurun, setelah berenang harus dibersihkan,” kata Alex dalam sebuah wawancara detikJabar, Kamis (29/12/2022).

Desa Penatu di Bandung

Alex juga menceritakan warga Kota Bandung yang menggunakan air sungai Cikamundung untuk mencuci. Hal ini dibuktikan dengan munculnya desa Pangumbahan. Desa ini dulunya berada di dekat Babakan Ciamis. Namun, jejaknya kini telah hilang. Alex mengatakan, sejarah Desa Pangumbahan merupakan bukti kegunaan Sungai Cikapundung di masa lalu.

“Haryoto Kunto mengatakan di sana banyak dobby, dobby itu tempat laundry atau tempat cuci pakaian. Binatu ini juga terdapat di beberapa sungai lainnya, seperti B. Cidurian. Sekarang jejak desa Pangumbahan belum ditemukan,” kata Alex.

Dikutip dari Website Resmi Citarum Harum : Sungai Cikapundung merupakan tangkapan bawah laut DAS Citarum seluas kurang lebih 434,43 km persegi, meliputi Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung. Sungai ini berasal dari sekitar Gunung Bukit Tunggul atau umumnya dari daerah Lembang atau Bandung Utara.

Sungai Cikapundung, BandungSungai Cikapundung Bandung Foto: Sudirman Wamad

Website Citarum Harum juga menyebutkan pemanfaatan sungai ini terutama sebagai drainase kota Bandung dan sebagai objek wisata. Di sepanjang sungai ini terdapat sejumlah tempat wisata, seperti air terjun Curug Omas, Curug Dago, kebun raya, kebun binatang, taman dan lain-lain. Selain itu juga sebagai pemasok air baku terutama di bagian hulu.

Ada dua pembangkit yaitu di Bengkok (3 x 1050 KW) dan Dago (1 x 700 KW). Di sisi lain, terdapat permasalahan di sepanjang aliran Sungai Cikapundung, terutama di bagian hilir termasuk Kota Bandung yang sarat dengan pemukiman, perdagangan dan lain-lain yang memanfaatkan fungsi sungai.

(selatan/enak)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button