Agar Jogja tidak macet setelah tol beroperasi, pakar transportasi mengusulkan dua solusi - WisataHits
Jawa Tengah

Agar Jogja tidak macet setelah tol beroperasi, pakar transportasi mengusulkan dua solusi

Harianjogja.com, JOGJA–Pemerintah perlu mulai memikirkan dampak kemacetan yang akan terjadi di perkotaan di Yogyakarta setelah jalan tol di wilayah DIY mulai beroperasi pada 2024. Pakar lalu lintas menyarankan pengelolaan sungai keluar tol dengan tidak membebani jalan dengan keberanian membatasi kendaraan pribadi dengan angkutan umum.

Pakar lalu lintas Risdiyanto mengatakan penting bagi pemerintah untuk berpikir sejak dini untuk menghindari kemacetan ketika jalan tol beroperasi di wilayah Jogja. keluar tol Bahkan, lebih banyak yang harus dilakukan di perkotaan karena begitu arus lalu lintas keluar dari gardu tol, kemacetan pasti akan terjadi jika gardu tol tidak diperbaiki.

Berdasarkan pengamatannya di beberapa kota, seperti B. Solo, potensi kemacetan terjadi ketika sungai keluar dari kota keluar tol hanya dimuat pada satu jalur. Ini harus menjadi pelajaran bagi Jogja sebagai kota wisata yang pasti akan lebih banyak dikunjungi wisatawan setelah jalan tol ini beroperasi.

DIDUKUNG:

YouGov: Tokopedia jadi brand yang paling direkomendasikan untuk orang Indonesia

“Masalah tol kebanyakan di exit, misalnya dari Solo ke Semarang atau Semarang ke Solo, perjalanannya cepat, tapi begitu exit turun, lalu lintas langsung berhenti. Kemudian lebih baik keluar tol dilakukan banyak agar aliran tidak hanya satu atau dua arah. Lebih baik jika lebih banyak orang bisa masuk ke sana-sini, seperti mis. B. Sirip ikan, mengurangi beban jalan jika masuk dan keluar merata di jalan tol. Kalaupun sebenarnya bukan soal jumlah eksit, tapi bagaimana arus eksit itu jangan sampai dipaksakan ke badan jalan,” ujarnya dalam wawancara, Sabtu (17/9/2022).

Insinyur Sipil UII PhD ini mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan seperangkat rekayasa lalu lintas agar arus lalu lintas di pintu keluar tidak menjadi beban jalan. Selain itu, disarankan agar pintu keluar tol tidak berada di area jalan yang saat ini sedang mengalami kemacetan. Ketika ini terjadi dan arus hanya mengalir ke satu arah, itu menjadi masalah tersendiri.

“Selain itu, lebih baik mempertimbangkan beban lalu lintas, apakah jalan eksisting di depan tol itu sudah macet atau belum. Kalau kondisinya sudah macet, jalan keluar pasti akan jadi masalah,” katanya.

Saat ini dengan berkembangnya teknologi dan ilmu transportasi, simulasi dapat dilakukan dengan aplikasi. Artinya dapat diketahui seberapa besar pengaruh atau beban jalan saat datangnya aliran baru akibat exit tol. Cara ini sangat efektif dalam mengantisipasi apa yang perlu dilakukan untuk mencegah kemacetan parah di perkotaan.

BACA JUGA: Gerindra Klaim Ada Yang Coba Hibur Prabowo dari Capres

“Jadi kita harus melihat kondisi lalu lintas saat ini, ini namanya transport modeling, bisa disimulasikan melalui komputer, ketika jumlah kendaraan begitu tinggi, ketika jalan dibuka, efeknya seperti apa yang terlihat,” kata dosen Universitas Janabadra ini.

Tak kalah pentingnya, Risdiyanto mengingatkan beberapa hal untuk menghindari kemacetan di kota-kota saat tol di Jogja mulai beroperasi. Harus berani membuat kebijakan untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Bahkan dalam kasus ekstrim, tarif di pusat perbelanjaan atau pusat kota dibuat semahal mungkin.

“Harus ada kebijakan untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, misalnya di kawasan pertokoan atau pertokoan yang tarifnya semakin mahal, di pusat kota ya harus ada yang protes itu, tapi sepengetahuannya begitu,” dia berkata.

Juga, pajak progresif perlu bekerja dengan baik. Jika seseorang memiliki dua kendaraan, kendaraan kedua harus dikenakan pajak yang lebih mahal. Selain itu, larangan bersepeda motor bagi pelajar harus ditegakkan. Namun, beberapa larangan tersebut harus dipatuhi dengan menggunakan sarana transportasi yang tepat yang tidak hanya mudah dijangkau, tetapi juga cepat menunggu.

“Kalau saya usul ada larangan anak sekolah pakai sepeda motor, tapi akses angkutan umum perlu ditingkatkan. Karena kalau orang belum dikenalkan, mereka sudah malas, makanya mereka membeli sepeda motor sepulang sekolah menengah. Antara SMP dan SMA harus ada program pembiasaan menggunakan angkutan umum,” ujarnya.

Source: jogjapolitan.harianjogja.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button