18 koreografer muda tampil di Pura Samuan Tiga - WisataHits
Jawa Tengah

18 koreografer muda tampil di Pura Samuan Tiga

Gianyar

Sebanyak 18 koreografer muda Indonesia peserta Bali Dance Art Meeting 2022 menggelar final performance di Pura Samuan Tiga, Banjar Bedulu, Blahbatuh, Gianyar.

Setelah seminggu, para koreografer menjalani dan melaksanakan 4 agenda utama art meeting yaitu laboratorium seni rupa, diskusi dan workshop, kunjungan lapangan dan kunjungan budaya, di bawah arahan dan bimbingan 2 orang fasilitator, yang memberikan pemahaman kepada peserta art meeting. kesempatan untuk mempresentasikan karya mereka dalam 3 sesi pertunjukan dengan 13 pertunjukan menampilkan karya tari, baik secara individu maupun bekerja sama dengan peserta lain.

Pembawa acara dance meeting Helly Minarti mengatakan melalui pertemuan seni ini, harapan dan apa yang biasanya terjadi, kolaborasi, pertemanan baru, dan tumbuhnya rasa “Saya tidak sendiri” menjadi peluang untuk berjejaring. Ada masalah yang dialami dan dirasakan oleh setiap koreografer di tempat asalnya.

“Dalam art gathering ini, mereka berbagi strategi mencari solusi, menjalin pertemanan, berkomunikasi, dan membangun rasa bahwa mereka tidak sendiri sama sekali,” kata Helly, Jumat (23/7/2022).

Sementara itu, moderator Joned Suryatmoko mengatakan apa yang bisa keluar dari acara ini tentu banyak sekali, kemungkinannya banyak sekali, semakin tidak hanya bisa dibaca tapi juga bisa dialami dan dicoba.

“Saya pikir ini akan sangat berguna ketika para koreografer muda ini kembali ke kampung halaman mereka di mana mereka dapat memperluas latihan tari mereka sendiri, membawa cakrawala baru tentang metode komposisi dan lebih banyak materi bersama mereka. Penampilan hari ini menunjukkan bahwa ada pilihan. praktek seni yang berbeda, karena pertunjukan solo dan kelompok dapat dilihat sebagai praktik yang berbeda dalam hal tampil di atas panggung, tetapi dalam arti luas produksi, pada dasarnya tari, ini sebenarnya adalah upaya dan karya kolektif, ”jelasnya.

Tiga belas pertunjukan di Mandala Wisata Pura Samuan Tiga dibagi menjadi tiga sesi; Sesi 1 berlangsung pada sore hari, Sesi II berlangsung pada sore hari dan Sesi III berlangsung pada malam hari dan berakhir pada pukul 22.00 WITA. Sesi siang diisi dengan penampilan bersama pertama Gede Agus Krisna Dwipayana dan Ayu Anantha Putri dengan komposisi berjudul Nasarin.

Performance 2: koreografer dan penari Mekratingrum Hapsari berjudul A Day to Remember dan Performance 3: oleh seniman tari Puri Senjani Apriliani berjudul Phase of the Body.

Sesi pertunjukan sore berikutnya menampilkan 4 penampilan kolaborasi antara Puri Senjani Apriliani, Bathara Swargaloka, Alisa Soelaeman dan Mekratingrum Hapsari dengan komposisi berjudul Tanda Baca. Performance 5 juga merupakan kolaborasi bertajuk Secret Coco yang dibawakan oleh Ela Mutiara Jaya Waluya, Pebri Irawan, Krisna Satya Utama dan I Putu Bagus Bang Sada Graha Saputra.

Etape 6 I Komang Adi Pranata menampilkan tarian berjudul Lampah. Sesi II pada sore hari ditutup dengan penampil 7 Razan Wirjosandjojo dengan komposisi tarian berjudul Ayam.

Sesi III malam hari menampilkan 8 kolaborasi oleh I Komang Adi Pranata, Eka Wahyuni, Yezyuruni Forinti dan Angelina Ayuni Puji dengan sebuah karya yang berjudul Berakar. Penampilan ke-9 merupakan single karya Alisa Soelaeman yang berjudul A More Slow Voice.

Performance 10 berupa kolaborasi Ayu Permata dengan Priccilia EM Rumbiak bertajuk Mutual Echoes. Sementara itu, penampilan ke-11 merupakan kolaborasi antara Eka Wahyuni ​​dan Bagus Bang dengan sebuah karya berjudul Pesona.

Penampilan 12 kolaborasi Kurniadi Ilham, Gede Agus Krisna Dwipayana, Yezyuruni Forinti dengan komposisi berjudul Ssst! Performance 13 sebagai nomor terakhir merupakan kolaborasi Razan Wirjosandjojo, Kurniadi Ilham, Priccilia EM Rumbiak dan Yezyuruni Forinti dengan sebuah karya berjudul Sabung.

Salah satu penampil Solo, Mekratingrum Hapsari, menceritakan tentang A Day to Remember, sebuah komposisi solo yang dibawakan pada penampilan penutup Art Gathering yang diadakan di Pura Samuan Tiga. Ini adalah karya yang berasal dari pengalaman pribadi, di mana pelaku tidak pernah menyentuh dirinya sendiri sepanjang karya, dalam arti materi yang disajikan dan kasusnya cukup jauh dari pemirsa, tetapi ia mengalaminya.

Mekratingrum, atau lebih dikenal dengan Mike, bertujuan untuk memberikan tempat dan ruang dalam pertunjukan ini di mana penonton dapat berpartisipasi dalam kenangan yang mereka alami dan alami. Lebih lanjut mengenai keikutsertaannya dalam Art Gathering, Mike sangat menginginkan kesempatan lain untuk berkolaborasi dengan sesama peserta.

Kurniadi Ilham, koreografer muda dari Jambi, memaparkan karya kolaborasi mereka yang berjudul Ssst! Ada semacam paradoks dan kontradiksi. Inspirasinya adalah kepedulian dan kepedulian kita berempat terhadap situs heritage dan ekosistem sekitar yang dimiliki di setiap tempat kita yang terancam kemajuan industri.

“Kami telah melihat kebisingan dan eksploitasi yang intens di sekitar situs ini. Saya bersyukur bisa hadir di acara ini, menurut saya berada di Art Gathering ini hanyalah sebuah embrio untuk kemudian menumbuhkan masa depan tidak hanya bagi kita sebagai seniman tetapi juga bagi dunia tari Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, koreografer eksekutif Solo Razan Wirjosandjojo menjelaskan komposisinya yang berjudul Ayam, yang menceritakan tentang patung Dewa Tajen dan tradisi sabung ayam serta bagaimana memprediksi ketidakpastian pemenang di arena. Dia menari dengan ayam hidup pada kesempatan ini.

Dalam komposisi bersama berjudul Sabung I tampil bersama Kurniadi Ilham dari Sumatera Barat, Priccilia EM Rumbiak dari Papua dan Yezyuruni Forinti dari Jailolo, Maluku. Mereka mencoba bereksperimen dengan notasi koreografi, menambahkan unsur judi dan sabung ayam atau sabung ayam.

Dalam perjudian ada semacam ramalan matematis dan kosmologis yang dimiliki orang-orang dalam tradisi ini. Untuk penampilan terakhir itu, Razan merasa begitu banyak peluang untuk berkolaborasi setelah art gathering berakhir. Ini adalah proses yang sangat berharga dan saya bersyukur menjadi bagian darinya.

Penuntun dan sumber jejak Candi Samuan Tiga, Dewa Gede Yadhu Basudewa menyatakan bahwa Tatwa Shiva Purana menyatakan bahwa Candi Samuan Tiga dibangun pada masa pemerintahan Raja Candrasangka. Jika Prabu Candrasangka sebagaimana disebutkan dalam Lontar Tatwa Shiva Purana adalah nama yang sama atau berbeda untuk Raja Candrabhayasingha Warmadewa seperti yang disebutkan dalam prasasti Manukaya, maka Candi Samuan Tiga ada sekitar abad ke-10.

Samuan Tiga secara etimologis berasal dari kata Samuan yang berarti pertemuan/persatuan/rapat, sedangkan Drei berarti angka tiga. Uraian lontar di atas menunjukkan bahwa nama Samuan Tiga dikaitkan dengan suatu peristiwa penting, yaitu musyawarah tokoh-tokoh penting dalam suatu sistem pemerintahan.

Lebih lanjut, Dewa Gede menjelaskan bahwa kepercayaan terhadap lokasi Pura Samuan Tiga digunakan sebagai titik pertemuan (Samuan) pada masa lalu untuk menyatukan sekte-sekte yang ada di Bali, sehingga menjadi konsep Tri Murti dan Kahyangan Tiga, yang terbukti dimungkinkan oleh peninggalan budayanya. Dalam hal ini, Pura Samuan Tiga sebagai situs cagar budaya diamati karena menyimpan artefak sebagai benda cagar budaya yang tersebar di Pelinggih-Pelinggih (bangunan suci).

Pada acara workshop dan pertunjukan tari Kecak bersama sang maestro Kecak, I Ketut Rani menyampaikan apresiasi dan kekagumannya atas kepiawaian 18 koreografer Temu Seni dalam mempelajari tari Kecak dalam waktu sesingkat itu dan menampilkannya bersamaan dengan tari Kecak. Maestro di Pura Kahyangan Tiga. Cak Rina mengakui bahwa para koreografer muda adalah seniman yang benar-benar terpilih.

Pada tanggal 18-24 Juli 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengadakan Art Gathering melalui Direktorat Film, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan di Ubud, Gianyar. 18 koreografer muda dengan latar belakang genre yang berbeda dan dari berbagai tempat di Indonesia hadir di Ubud untuk mengikuti Art Gathering, pertemuan, ajang pengenalan dan jejaring seni tari serta peluncuran dan pelengkap gema Indonesia Speaks 2022 di kawasan cagar budaya di Indonesia.

Ahmad Mahendra, Direktur Film, Musik dan Media, Kemendikbudristek RI mengatakan: “Rapat seni ini merupakan salah satu rangkaian mega event berbahasa Indonesia 2022 yang digelar sebagai bagian dari Pertemuan Tingkat Menteri G20 tentang Kebudayaan (G20 Ministerial Meeting) Grand Event Meeting on Culture) yang akan diadakan di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September.”

Sementara itu, Melati Suryodarmo, Direktur Artistic Indonesia Talks 2022 mengatakan, penampilan terakhir di Art Gathering merupakan momen yang sangat menarik sebagai ajang pamer karya koreografer muda Indonesia dengan proses kreatif melalui pendekatan yang berbeda dan istimewa.

Peserta lab dance ini adalah para koreografer muda dari berbagai daerah di Indonesia yang diundang untuk berdiskusi, menguji ide dan menampilkan karya tunggal atau kolaborasi singkat di akhir lab.

Selain itu, Melati mengatakan bahwa karya-karya yang dipamerkan direkomendasikan berdasarkan pemahaman situs warisan terdekat di wilayahnya, tetapi bebas untuk menafsirkan narasi dan maknanya, atau mengembangkannya sesuai dengan arah karya masing-masing.

Para koreografer muda yang diundang tidak hanya memiliki pengalaman dalam menciptakan karya yang mengacu pada warisan masa lalu, tetapi juga mengorientasikan diri pada praktik visioner kontemporer dalam versi yang berbeda. Sebelum pelaksanaan program, para koreografer dibekali materi tentang situs cagar budaya di kawasan BPCB Bali.

Mereka menggunakan bahan ini sebagai referensi di laboratorium, tetapi juga sebagai pembanding dengan situs cagar budaya yang mereka temukan di daerahnya masing-masing.

Simak Videonya, Patuhi Nasihat Sang Peramal, Bali
[Gambas:Video 20detik]
(KW/KW)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button