13 Tahun Komitmen Konservasi Penyu, Sutari: Melayani Alam Cukuplah Alam Kita - WisataHits
Jawa Timur

13 Tahun Komitmen Konservasi Penyu, Sutari: Melayani Alam Cukuplah Alam Kita

JATITIMES – ‘Berusaha menjaga alam, dan alam akan memenuhi kebutuhan kita’. Kalimat ini disampaikan Sutari, 48 tahun, warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang yang saat ini bergerak di bidang pelestarian lingkungan. Terutama dalam konservasi penyu.

Dia telah melakukan perjalanan untuk menyelamatkan atau menyelamatkan penyu sejak 2009. Saat itu dia sedang bepergian. Hingga akhirnya Sutari berhasil menemukan BSTC (Bajulmati Sea Turtle Conservation). Tempat itu dia sebut sebagai ibukota penyu.

BSTC mengamati ribuan telur penyu sebelum menetas menjadi tukik. Sejak saat itu dia dilepasliarkan lagi di laut lepas, di Pantai Bajul Mati, salah satu pantai di Kabupaten Malang yang berbatasan langsung dengan Laut Selatan.

Saat musim bertelur penyu, yaitu pada kisaran bulan Maret hingga Agustus, ia sudah bersiap di titik-titik tapak yang biasa digunakan sebagai sarang bertelur penyu. Melakukan patroli untuk memastikan penyu bertelur dengan aman.

“Saat kita bertelur, kita dokumentasikan. Kemudian kita laporkan ke beberapa pihak, termasuk BKSDA (Pusat Konservasi Sumber Daya Alam),” jelas Sutari.

Telur-telur tersebut kemudian diinkubasi di BSTC. Ada beberapa bak beton yang sudah disiapkan sebagai tempat bertelurnya telur penyu. Kondisi tempat perkembangbiakan sedekat mungkin dengan habitat aslinya saat menetas.

Terkubur di tumpukan pasir pantai. Selain itu, usahakan agar suhu tetap stabil selama proses inkubasi hingga telur menetas. Tidak berhenti sampai di situ, tugas tetap mengembalikan tukik yang baru menetas ke habitat aslinya.

Komitmennya sebagai seorang pelestari, khususnya untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi, juga tidak mudah. Karena ia berhadapan dengan beberapa pihak yang dianggap kurang bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap lingkungan.

Apalagi ternyata ada juga segelintir oknum tidak bertanggung jawab yang masih menyalahgunakan penyu untuk kepentingan kantong sendiri. Jadi tidak jarang dia berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.

Untuk itu, ia mencoba mengedukasi masyarakat pesisir tentang pelestarian alam. Terutama untuk anak-anak seusianya.

“Mungkin ketika kita membesarkan orang dewasa itu akan mentah. ‘Awakmu ndisek yo ngono kuwi’ (dulu kamu juga). Makanya kami juga memulai sekolah alam ini untuk anak-anak pesisir agar nantinya mereka tahu apa saja manfaat dari konservasi,” ujarnya menirukan ungkapan seseorang yang mendidik tentang konservasi penyu.

Dari segi materi, menurutnya, tidak ada hasil yang dicapai dengan upaya konservasi tersebut. Namun ia memiliki prinsip bahwa ia setidaknya bisa berkontribusi pada alam untuk menjaga kelangsungan habitat dan ekosistem di dalamnya.

“Kami bahkan tidak mendapatkan seribu rupiah sehari. Kami mencoba untuk melayani alam, dan alam akan mencukupi kami. Salah satunya ketika kita memancing, kita mendapatkan banyak ikan,” jelas Sutari.

Dalam satu kali bertelur biasanya ada hingga 145 butir telur penyu yang ia simpan. Setelah menetas, anakan dikumpulkan sebelum dilepaskan ke alam liar.

Dari catatannya terlihat hingga 6 spesies penyu telah ditemukan di Indonesia. Dimana 4 diantaranya ditemukan di pantai Malang Selatan dan juga ditetaskan di BSTC. Keempat jenis penyu tersebut adalah penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik, penyu abu-abu atau penyu laut.

“Jarang bagi penyu belimbing sendiri. Karena agak pemalu. Jadi mereka mencari tempat (peletakan telur) yang benar-benar aman,” jelas Sutari.

Tukik di BSTC baru saja dilepasliarkan (Foto: Riski Wijaya/MalangTIMES).

Itu adalah tantangan baginya. Apalagi dalam situasi saat ini. Salah satunya adalah pengembangan wisata berbasis alam. Termasuk kawasan wisata pantai.

Kondisi ini juga berdampak pada semakin menipisnya vegetasi di sekitar pantai. Menurut pengamatannya, sekitar 70 persen dari seluruh area vegetasi di pantai rusak.

“Ya dampaknya karena iklim atau cuaca, mungkin juga pengelola wisata tidak dididik bagaimana cara melestarikannya,” jelas Sutari.

Bahkan, diakuinya, masuknya wisatawan dalam jumlah besar tidak menjadi masalah di tengah pengembangan wisata berbasis alam. Bahkan, ia berharap suatu saat, dengan adanya kegiatan konservasi penyu, BSTC dapat membantu mendukung pengembangan wisata ini.

“Ini bisa menjadi sarana edukasi di tempat wisata. Misalnya, jika ingin melihat penyu bertelur, tentunya dengan kondisi yang berbeda,” kata Sutari.

Untuk itu, banyak langkah yang harus dilakukan. Salah satunya adalah terbentuknya zona inti dan zona penyangga. Tujuannya untuk menonjolkan kawasan yang merupakan cagar alam dan kawasan yang sedang dikembangkan sebagai kawasan wisata.

“Misalnya kalau ada yang mau camping harus ada dulu (buffer zone). Kalau mau ke sini harus dicerahkan dulu, mari kita duduk bersama. Agar nanti tidak ada yang melompati pagar, ada tempat penetasan telur diinjak dan segala sesuatu yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Saat ini dia sedang berusaha menjadikan tanah yang dia gunakan sebagai situs konservasi legal. Untuk itu, ia juga menghadirkan jajaran vertikal penguasa di wilayahnya dalam beberapa kegiatan. Seperti BKSDA dan Perhutani.

Selain itu, selain hasil penyelamatan untuk informasi, telur yang menetas di BSTC juga disita di beberapa daerah. Saat ini ada sekitar 435 butir telur penyu dalam proses penetasan.

Source: www.malangtimes.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button